Selasa, November 13, 2007

Kevin Paul James Barnett: Hidayah Lewat Sebuah Penyakit dan Buku

ABDURRAHMAN RUH AL-HAQ (Kevin Paul James Barnett)

HIDAYAH LEWAT SEBUAH PENYAKIT DAN BUKU
Hidayah Tuhan itu datang lewat mana saja. Seorang bule dari Inggris bernama Kevin Paul James Barnett mendapat hidayah setelah ia diserang penyakit disentri yang sangat akut. Akibat penyakit ini ia harus koma selama sebulan. Bukan itu saja, ia juga sangat tergugah setelah membaca buku Islam yang dibelinya di Singapura berjudul A Simple Guide to Prayer for Beginners. Ditemui di rumahnya yang cukup asri di Lebak Bulus, didampingi sang istri tercinta ia pun menuturkan kisahnya masuk Islam kepada Hidayah. Berikut penuturannya!

Aku lahir di sebuah negara mayoritas beragama Kristen-Protestan yaitu Inggris. Meski begitu, sebagian besar rakyat Inggris bukanlah pemeluk agama yang taat. Bagi mereka agama hanyalah sebuah label di Kartu Tanda Penduduk (KTP), bukan sesuatu yang harus dipercayai. Mereka lebih menggilai sepakbola dibandingkan agama. Agama menjadi pembicaraan yang tabu di kalangan mereka.

Seperti halnya kebanyakan warga Inggris, aku pun begitu dalam memandang agama. Bagiku, agama tidak begitu penting. Dalam pikiranku, yang ada hanyalah bagaimana bisa menghabiskan hidup ini dengan bersenang-senang. Sebab, seperti yang dipahami oleh kebanyakan teman-temanku di sana, aku juga menganggap tidak ada lagi kehidupan setelah hidup di dunia ini. Dewa dalam hidupku bukanlah Tuhan, tapi uang. Karena itu, mereka rata-rata hidup materialistik. Segala sesuatunya diatur oleh uang.

Sebagai laki-laki yang sudah bekerja, aku hidup serba berkecukupan. Aku bekerja sebagai Konsultan Informasi Teknologi (IT) di sebuah perusahaan besar di Inggris, membuat hidupku bergelimang penuh harta. Aku bebas pergi ke mana saja. Meski begitu, hidupku nyaris tak punya tujuan. Aku hidup mengalir begitu saja, tak pasti.

Hingga suatu kali aku sampai di sebuah negara mayoritas beragama Islam yaitu Kuwait. Aku berada di negara ini dalam rangka bekerja. Aku tetap bekerja sebagai konsultan IT, hingga kurang lebih tiga tahun lamanya.

Selama berada di Kuwait, aku bersinggungan dengan orang-orang Islam. Aku bergaul dengan mereka. Aku mulai sedikit tahu tentang Islam, sebuah agama yang sebelumnya aku anggap sebagai agama pembuat onar, penganjur kekerasan dan menakutkan. Di Kuwait, aku tidak menemukan Islam seperti yang aku sangkakan itu. Orang-orang Islam ternyata sagat ramah. Ternyata, Islam itu lembut dan bersahaja.

Meski aku sudah mulai kenal Islam, tapi hatiku belum terketuk untuk memeluk Islam. Aku masih ego. Aku masih ingin bebas, tanpa terikat dengan agama manapun termasuk Islam. Sebab, aku sendiri bukanlah pemeluk agama Kristen-Protestan yang taat. Aku lebih sibuk dengan pekerjaan. Aku sibuk mencari uang sebanyak-banyaknya.

Dari Kuwait aku dapat tugas lagi ke negara lain yaitu Kanada. Begitulah aku, sering pergi dari satu negara ke negara lain, hingga kemudian aku dapat tugas di Indonesia tahun 2001 yaitu sebagai Konsultan IT di Lippo Karawaci, Tangerang.

Indonesia adalah negara yang subur dan makmur. Penduduknya sangat banyak dan amat ramah kepada siapa saja, termasuk orang bule seperti aku. Di Indonesia aku seperti menemukan atmosfir yang sama saat aku berada di Kuwait. Penduduknya mayoritas beragama Islam dan baik-baik. Bahkan, dengan suhu tropis Indonesia yang nyaman, membuat aku jauh lebih betah tinggal di sini.

Di tempat pekerjaan, Lippo Karawaci, aku bertemu dengan seorang perempuan Muslimah yang menurutku cerdas dan menarik. Apalagi, perempuan itu bisa berbahasa Inggris. Aku yang memang tidak bisa berbahasa Indonesia merasa dia adalah sosok yang tepat untuk menjadi seorang teman selama berada di negeri ini. Makin lama aku kian dekat dengan dia.
Kedekatanku dengan perempuan yang bernama Novi Nurfiyani itu, membuatku tidak saja menjadi lebih nyaman selama tinggal di Indonesia tapi juga aku mulai diperkenalkan kembali tentang Islam. Aku mulai dekat lagi dengan Islam seperti yang pernah aku dapatkan saat di Kuwait.

Singkat kata, aku pun jatuh cintah sama dia. Indahnya, ia tidak menolak cintaku. Kami berkenalan tak begitu lama, tapi ia tidak menampik ketika aku mengutarakan isi hatiku. Punya pacar seorang wanita Muslimah, tentu aku pun harus mengikuti kaidah-kaidah Islam yang tidak pernah aku dapatkan saat hidup di Barat yaitu kebebasan.

Di Barat, hidup kumpul kebo itu sudah sangat biasa. Di sana laki-laki dan perempuan yang sedang dimabuk asmara sudah bukan hal yang tabu lagi untuk melakukan seks bebas. Bagi mereka, nikah adalah persoalan janji tulis di atas kertas. Semua itu, tidak pernah kami lakukan saat berpacaran dengan dia. Ia mengajarkan kepadaku bahwa kumpul kebo itu tidak ada dalam ajaran Islam. Hukumnya haram.

Keadaan seperti ini tidak saja membuatku semakin jatuh cinta sama dia, tapi juga kian jatuh cinta sama Islam. Ternyata, ajaran Islam sangat bermoral. Tata etika antara kehidupan manusia diatur dengan sangat baik. Aku pun berniat ingin belajar Islam lebih lanjut dan serius.
Maka aku pun dibawanya ke Yayasan Khasanah Kebajikan yang ada di Cirendeu. Di sana aku memperdalam Islam, mulai dari pengetahuan mendasar tentang Islam seperti shalat, wudhu, dan sebagainya. Dari sini aku semakin yakin tentang kebesaran Islam. Aku pun mengikrarkan diri masuk Islam.

Orang tua di Inggris mengetahui aku telah masuk Islam. Tetapi, mereka cuek saja dan tidak pernah mau perduli tentang agamaku. Mereka bersikap masa bodoh saja tentang agama baruku. Sebab, mereka sendiri bukanlah pemeluk agama Kristen-Protestan yang taat. Jadi, mereka memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk memeluk agama manapun.
Kecuekan orang tuaku pada agama ini, hampir dialami oleh sebagian besar warga Inggris. Meski mereka beragama Kristen-Protestan, tapi sebenarnya mereka tidak beragama. Mereka jarang ke gereja dan melakukan ibadah-ibadah Kristiani. Mereka lebih mendewakan sepakbola. Karena itu, di dekat-dekat gereja di Inggris hampir dipastikan ada sebuah stadiun lapangan sepak bola yang megah. Aku sendiri melihat ketidakpedulian orang tua pada agama baruku ini membuatku senang sekali. Aku jadi bisa tenang menjalani masa-masa awalku sebagai seorang Muslim.

Setelah masuk Islam aku mulai rajin membaca buku-buku Islam. Salah satu buku favoritku adalah karya Ruqayyah Maqsood berjudul Teach Yourself World Faith Islam. Dua minggu kemudian setelah aku masuk Islam, kami pun menikah. Ternyata, di dalam Islam seorang laki-laki yang hendak menikahi wanita Muslimah harus menjadi Muslim terlebih dahulu. Alhamdulillah, aku sudah melakukannya.

Penyakit Akut dan Buku yg Menggugah

Meski aku telah menjadi Muslim, tetapi aku belum mempraktekkan kewajiban-kewajiban Islam seperti shalat dan puasa. Aku sudah tahu bagaimana tata cara berwudhu, shalat dan puasa, tapi hatiku belum tergerak untuk melakukannya. Hakekatnya aku seorang Muslim, tapi sebenarnya aku adalah seorang non-Muslim karena tidak shalat dan puasa.

Istriku sangat sabar melihat keadaanku seperti ini. Ia tidak begitu murka ketika melihatku tak mau shalat. Di matanya, mungkin hidayah Tuhan belum datang kepadaku. Di balik semua itu, aku pun semakin sibuk dengan pekerjaanku sebagai seorang konsultan IT.

Hingga ujian Tuhan itu datang. Aku diberikan Tuhan sebuah penyakit yang bernama disentri (muntaber). Aku buang-buang air besar terus. Perutku sangat mulas dan sakit. Saking sakitnya, selama sebulan aku tidak bisa bekerja. Sebulan aku koma dan tidak berdaya berada di atas ranjang.

Ketika sakit aku terbayang tentang ajalku. Ah, mungkin hidupku tidak lama lagi. Oh Tuhan, jangan Engkau ambil nyawaku terlebih dahulu. Tiba-tiba aku ingat kepada Tuhan. Aku ingat kembali pada Islam. Aku telah menjadi seorang Muslim, tapi belum pernah mempraktekkannya. Aku pun berjanji dalam hati, jika aku sehat aku akan menjadi seorang Muslim sejati. Aku akan tetap mengingat-Mu, Tuhan.

Pertolongan Tuhan pun datang. Setelah aku koma selama sebulan akibat penyakit disentri, aku pun berangsur-angsur pulih. Akhirnya, aku pun sehat kembali. Aku pun ingat akan janjiku kala sakit.

Aku bilang pada istri, “Mah, aku mau pergi ke Singapura untuk membeli buku-buku Islam?”

Mengapa ke Singapura? Karena di Indonesia hampir sulit ditemukan buku Islam yang sederhana menggunakan bahasa Inggris. Sementara aku tidak bisa berbahasa Indonesia. Maka, satu-satunya jalan aku harus pergi ke suatu negara yang logatnya berbahasa Inggris dan penduduknya banyak beragama Islam. Di Singapura aku temukan hal itu. Lagi pula, ia negara tetangga dengan Indonesia, jadi tak butuh waktu lama untuk pergi ke sana.

Istri mengijinkanku. Aku pun pergi ke Singapura dan berhenti di sebuah kios besar yang menjual buku-buku Islam. Ketika aku masuk, kakiku seperti tertuntun untuk menuju sebuah buku Islam yang sederhana tentang shalat. Buku itu berjudul A Simple Guide to Prayer for Beginners karya Batool Al-Toma & Khaleel Muhammad. Buku ini sangat baik mengurai tentang cara-cara shalat, wudhu, adzan dan panduan-panduan Islam lainnya dengan cukup sederhana.

Meski isinya sederhana, tapi hal itu sangat menggugah pikiran dan jiwaku. Setelah membacanya, aku seperti terjaga dari tidur panjangku. Aku seperti disadarkan pada sebuah keberadaan Tuhan yang mesti aku sembah. Yang aku rasakan, seperti ada cahaya yang masuk ke dalam dadaku. Mungkin ini yang dinamakan hidayah. Setelah membaca buku itu, aku yang dulunya gelisah tiba-tiba menjadi tenang. Melalui buku itu, aku pun mulai mempraktekkan wudhu, shalat dan puasa. Setelah kupraktekkan ternyata kurasakan jiwa ini jauh lebih tenang dan damai.

Kini, aku pun benar-benar telah menjadi seorang Muslim yang sesungguhnya. Aku sudah shalat dan puasa. Istriku tentu sangat bangga dengan perubahanku. Keikhlasan istri melepas kepergianku ke Singapura untuk membeli buku ternyata berbuah manis. Buku itu telah merubah hidupku, selain penyakit disentri yang pernah kurasakan.

Aku semakin bangga lagi ketika hasil pernikahanku dengan istri berbuah tiga anak yang gagah dan cantik yaitu Muhammad Jaudaan Zia Shams Barnett, Neelofar Umm Salamah Barnett, dan Nazeefa Shams Unn Nahar Barnett.

Terima kasih Tuhan. Engkau telah membawaku pada Islam, sebuah agama yang kucari-cari selama ini. Jika tidak Engkau timpakan sakit padaku, mungkin aku tidak akan pernah ingat kepada-Mu. Engkau juga telah memberiku istri yang cantik dan salehah serta anak-anak yang lucu dan manja. Kini, hidupku benar-benar sempurna. Pekerjaanku cukup mapan. Setelah di Lippo Karawaci, aku sempat pindah ke perusahaan Sampurna lalu sekarang di Hutchison Ports Indonesia sebagai Business Systems Manager. Istri sudah kudapatkan dan anak-anak pun sudah Engkau berikan. Sekarang, aku tinggal banyak beribadah saja pada-Mu dan berbuat banyak amal kebajikan pada orang.

Buat Indonesia, aku merasa bangga kepadamu. Jika Tuhan tidak membawaku kepadamu, mungkin hidupku sudah tidak menentu. Sebab, di sini aku temukan Islam yang telah membuat hidupku memiliki tujuan. Aku sangat betah di sini. Aku ingin menjadi warga Indonesia. Aku tidak ingin kembali lagi ke Inggris, sebab iklim di sana sangat tidak baik buatku. Aku takut terjerumus lagi kepada hal-hal yang tidak baik. Doakan agar aku, istri dan anak-anak tetap konsisten pada agama Islam! Amien.

Eep Khunaefi
(Tulisan ini pernah dimuat di Hidayah pada edisi 77/Desember 2007)

Tidak ada komentar: