Rabu, Agustus 27, 2008

TAUBATNYA PELACUR KELAS KAKAP

Menjual barang dagangan sebagai profesi hidup itu sangat baik, bahkan amat dianjurkan oleh agama. Bagaimana jika ia menjual diri? Profesi pelacur alias menjual diri jelas sangat tidak boleh dan diharamkan oleh Allah. Dengan dalih apapun, profesi haram ini tidak boleh dilakoni. Tidak saja merupakan aib bagi masyarakat tapi juga dilaknat oleh Allah. Kecuali ia bertaubat dan bersungguh-sungguh untuk tidak kembali lagi kepada jalan yang salah, Allah pasti akan mengampuninya.

Kisah berikut ini salah satu contohnya. Ia adalah seorang pelacur kelas kakap pada masanya. Mulai dari kalangan biasa hingga pejabat pernah menjadi langganannya. Kemudian ia bertaubat dan menginsyafi segala perbuatannya setelah bertemu dengan seorang tentara yang saleh dan baik hati. Kini, ia menghabiskan sisa hidupnya dengan banyak mengikuti pengajian dari satu mushala ke mushala lain. Subhanallah!

Sebut saja namanya Intan. Sebagai seorang perempuan ia sebenarnya sangat beruntung. Wajahnya cantik dengan tubuh semampai dan berkulit kuning langsat. Di antara tiga saudaranya yang perempuan dari lima bersaudara, ia termasuk anak yang paling cantik. Ia pun menjadi kejaran banyak lelaki mulai dari mengajaknya kencan, iseng-iseng saja hingga menikah.

Salah satu lelaki yang beruntung mendapatkan Intan adalah Anto. Sebagai lelaki, Anto sebenarnya tidak memiliki keistimewaan apapun, selain hanya wajah lumayan ganteng, badan tinggi dan kekar serta kulit yang agak kuning. Selebihnya, dia tidak memiliki kelebihan apapun untuk bisa dibanggakan. Sekolah saja hanya lulusan SD.

Entahlah, rayuan apa yang dikeluarkan oleh Anto kala itu sehingga bisa menaklukkan hati Intan. Padahal, pada saat yang bersamaan, ada laki-laki lain yang sebenarnya lebih mapan dan berpendidikan hendak meminangnya. Mungkin begitulah jodoh!

Intan akhirnya menikah dengan Anto. Bulan-bulan pertama pernikahan, mereka begitu bahagia hingga mereka memiliki anak yang gemuk, sehat dan kulitnya kuning seperti ibunya. Dari ronanya, anak yang kemudian diberi nama Zaenab tersebut sepertinya hendak mewarisi kecantikan ibunya.

Intan dan Anto melalui hari-harinya pun dengan sangat bahagia, hingga kemudian persoalan penting muncul. Anto yang sejak awal menikahi Intan berjanji akan menjadi suami yang baik mulai berubah. Ia mulai suka keluar malam dan bergaul dengan teman-teman yang tidak baik. Itu tidak menjadi persoalan jika Anto adalah lelaki yang bertanggung jawab. Anto adalah suami yang pengangguran.

Sebelum punya anak, Intan masih memakluminya jika suaminya belum bekerja. Sebab, mencari pekerjaan itu tidak gampang. Tapi, sang bayi telah lahir dan itu membutuhkan asupan makanan yang lebih banyak untuk menunjang keluarga mereka termasuk susu buat bayi dan sebagainya. Rupanya Anto tidak mengerti akan hal ini. Ia malah lebih senang berada di luar, hingga ia terjebak dalam pesta mabuk-mabukan bersama teman-temannya.

Pada puncaknya, Intan tidak tahan lagi tepatnya saat Zaenab berusia tiga tahun. Kehadiran suami tidak membawa berkah apapun –malah menyusahkan dan merepotkan. Sebab, sudah tidak bertanggung jawab tapi kebutuhannya masih ingin dipenuhi seperti menyucikan pakaiannya, memenuhi hasrat seksnya dan sebagainya.

Intan akhirnya bercerai dengan Anto dengan sebuah perpisahan yang tidak mengenakkan alias tidak baik. Zaenab ikut pada ibunya, sementara Anto hidup sendiri dan kembali pada orang tuanya.

Sejak bercerai, kehidupan Intan tidak berangsur baik. Salah satu kelemahan Intan adalah ia tidak terdidik dalam sebuah keluarga yang taat beragama. Ia memang beragama Islam, tapi dalam keluarganya shalat seperti sebuah aktivitas yang asing mereka lakukan.

Dalam kondisi seperti itu, Intan dituntut oleh keadaan yang mengharuskan dirinya punya uang untuk menghidupi anak semata wayangnya, Zaenab. Keadaan ini pun dimanfaatkan oleh makhluk paling durjana di muka bumi yaitu setan. Rayuan setan berhasil merasuk ke dalam otaknya.

Intan bertemu dengan seseorang yang kemudian menawarkannya pekerjaan gampang, nikmat, mendatangkan uang banyak tapi dilaknat Tuhan yaitu pelacur. Awalnya, Intan tentu saja menolak. Tapi, setan terus merayunya. Akhirnya, dorongan ekonomi yang awut-awutan membuatnya terpaksa menentukan pilihan terpahit dalam hidupnya yaitu menjadi pelacur.

Awal-awal menjalani profesinya, Intan masih ogah-ogahan. Tapi, setelah ia sudah kenal uang banyak dari pelanggan yang menikmati tubuhnya yang aduhai, ia pun mulai menikmati profesinya itu. Masa gelap telah berlalu, saatnya tiba hari yang terang benderang bagai bintang gumintang bergantung di angkasa pada malam hari.

Dengan kecantikan memesona setiap lelaki manapun, petualangan cinta terlarang Intan semakin luas saja. Awalnya, lelaki biasa berkantong tipis yang datang, tapi lama-kelamaan pejabat juga kepincut olehnya. “Dalam pengakuannya ada salah satu pelanggannya yang merupakan seorang pejabat,” ujar Kholik, yang merupakan tetangga Intan itu.

Intan semakin terkenal saja sebagai pelacur kelas kakap. Petualangannya pun tidak lagi di tempat-tempat murahan tapi hotel berbintang dan tempat-tempat mewah. Uang pun semakin banyak masuk ke kantongnya. Meski begitu, Intan masih senang hidup ngekos. Ia berpisah dengan saudara-saudaranya karena mereka juga mulai membenci dirinya yang berpofesi sebagai pelacur.

Kost Intan berada di Jl. Lima. Suatu kali Jl. Lima kedatangan seorang tentara yang dapat tugas dari pemerintah di daerah itu dan sekitarnya. Ia ngekost persis di depan kost Intan. Jl. Lima memang berdiri banyak kost. Maklum, daerah di situ merupakan kawasan wisata sehingga bisnis kost-kostan ini termasuk menggiurkan.

Kost Intan dan kost tentara itu hanya dibatasi oleh jalan lima itu sendiri. Intan pergi bekerja setiap jam 18.00 WIB, sedang tentara yang ternyata bernama Halim itu selalu pulang dari tugasnya jam 18.00. Jadi, saat Intan pergi Halim pulang. Mereka pun kerapkali berpapasan di Jl. Lima tersebut.

Sebagai seorang lelaki, wajah Halim sebenarnya tidak terlalu jelek. Kulitnya sawo matang khas warna kulit melayu dan tubuhnya lumayan kekar. Tapi, kelebihan Halim sebagai lelaki adalah ia anak yang saleh. Shalatnya rajin dan berasal dari keluarga yang taat beragama. Meski kedua orang tuanya bukan kiayi atau ustadz, tapi mereka sudah berhaji. Jadi, agama benar-benar tertanam dalam keluarga Halim.

Halim termasuk orang yang murah senyum. Ia juga tidak arogan, meski dirinya seorang tentara. Setiap kali bertemu dengan orang ia selalu menyapanya dan tersenyum. Begitu juga saat pertama kali bertemu dengan Intan. Ia menundukkan tubuhnya sambil tersenyum, meski mereka tidak saling kenal. Intan pun demikian. Ia membalasnya layaknya orang yang sedang disapa.

Begitulah hari-hari seterusnya. Mereka seringkali berpapasan saat Halim pulang dari kerjanya dan Intan pergi untuk menjual diri. Makin lama Halim penasaran dengan ulah Intan yang seringkali pergi saat adzan Maghrib bergema. Awalnya ia menyadari mungkin Intan sedang datang bulan, tapi hal itu berkali-kali ia melihatnya. Penasaran ingin tahu lebih banyak tentang sosok Intan pun tertanam dalam pikiran Halim. Apalagi ditambah wajah Intan yang cantik, membuat Halim penasaran ingin mengetahui sosok perempuan itu lebih jauh.

Intan sendiri sebenarnya mulai penasaran dengan sosok tentara itu. Setiap kali bertemu, lelaki itu sopan sekali dan selalu mengumbar senyum kepadanya. Senyumnya yang manis begitu menggodanya. Dalam hatinya pun sebenarnya ingin berkenalan dengan Halim. Tetapi, merasa kelasnya sudah tinggi sebagai pelacur ia pun gengsi. “Jika ia butuh, nanti juga datang.” Begitu pikir Intan saat itu.

Betul saja, Halim akhirnya bertandang ke kost Intan di suatu siang hari –kebetulan Halim sedang tidak bertugas dan Intan sendiri kalau siang ada di rumah. Intan pun merasa menang ketika melihat Halim datang bertamu ke kostnya.

Mereka pun ngobrol dengan bebas. Halim memperkenalkan dirinya, begitu pun Intan. Pertemuan pertama di kost Intan itu dilalui Halim dengan lancar. Ia pun mulai tahu siapa Intan. Di mata Halim, Intan adalah sosok gadis yang lembut, tidak nakal, dan sopan.

Halim rupanya tertipu oleh penampilan anggun Intan saat itu. Ia tidak sadar bahwa ia sebenarnya sedang berhadapan dengan seorang pelacur kelas kakap yang suatu saat bisa saja menyantapnya habis-habisan.

Pertemuan pertama di kost Intan itu pun sangat membekas di hati Halim. Hal ini membuatnya ketagihan. Saat ia tidak ada tugas, ia pun menyempatkan diri bertamu ke kost Intan. Intan sendiri menyambutnya dengan hangat. Sebab, dalam hati Intan sendiri sebenarnya sudah menaruh rasa kagum sama Halim. Gagah, sopan, murah senyum, dan baik hati. Setiap perempuan pasti suka kepadanya.

Suatu ketika Halim bertamu kembali. Entahlah, ini pertemuan yang ke berapa. Rupanya, pada pertemuan kali ini Halim ingin mengutarakan sesuatu. Jika tidak, itu akan membuat hatinya tersiksa.

“Tan. Aku sudah mengenalmu cukup jauh meski baru beberapa kali bertemu. Aku suka padamu. Aku cinta pada-Mu, Tan.” Ujar Halim blak-blakan penuh keberanian.

Mendengar ucapan cinta yang spontan dari Halim, Intan pun kaget. “Kamu belum tahu lebih banyak tentang saya. Kamu pasti menyesal nanti.” Ujar Intan yang mulai b erusaha terus terang.

“Bagi saya itu sudah cukup.” Jawab Halim.

Merasa tidak ingin menipu Halim, Intan pun berterus terang kalau dirinya sebenarnya seorang pelacur. Telah banyak lelaki yang masuk dalam perangkap kecantikannya. Selama ini dirinya tidak terlalu serius menanggapi Halim –meski dalam hatinya juga kagum, itu karena profesinya yang seorang pelacur.

Halim sangat kaget dan nyaris tidak percaya. Apalagi, setelah ia tahu bahwa Intan juga sudah punya anak yang kini bersama kedua orang tuanya di rumah.

Usai mendengar kejujuran Intan, Halim pun minta pamit. Ia kembali ke kostnya. Semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan Intan. Ia menyesali nasib yang digariskan Tuhan untuk Intan. Kenapa orang secantik Intan harus menjadi seorang pelacur? Apa sebabnya? Kenapa pula ia harus ditakdirkan bertemu dengan perempuan kotor seperti dia?

Halim benar-benar tersiksa batinnya. Ia pun bangkit dari duduknya dan mengambil air wudhu. Di atas sajadah ia mengumandangkan takbiratul ihram dan bersedekap. Rupanya ia sedang menunaikan shalat istikharah untuk mendapatkan jawaban rasa gelisah yang menerpanya begitu kuat.

Berhari-hari ia melakukannya, hingga kemudian ia mendapatkan sebuah jawaban yang baginya itu adalah yang paling benar –meski keluarganya mungkin akan menolaknya. “Halim sudah terlanjur kepincut dan jatuh hati kepada Intan. Ia ingin menikahi perempuan itu,” ujar Kholik.

Halim segera bangkit dari lamunannya. Shalat istikharah membuatnya memiliki satu jawaban pasti untuk segera menyelamatkan Intan dari jalan yang salah. Kini, ia tidak lagi mengejar kecantikan Intan untuk dijadikan istri, tapi lebih pada persoalan dakwah Islam. Menikahi Intan sama saja dirinya sedang berdakwah, mengajak orang kembali kepada jalan yang diridhai Allah.

Suatu kali Halim datang kembali ke kost Intan dan menyatakan kesungguhannya untuk menikahinya. Tapi, Intan tidak langsung menjawab. Ia meminta waktu untuk berpikir dan merenung. Jika saat itu tiba, ia pasti akan mendatangi kost Halim dan memberikan jawabannya.

Benar saja. Intan lalu mendatangi kost Halim pada malam hari. Malam itu sengaja ia tidak bekerja demi seorang tentara yang telah mengusik hatinya beberapa hari ini. Melihat Intan datang, Halim kaget. Di depan Halim, Intan pun menanyakan kembali keseriusan Halim untuk menikahinya, “Kamu yakin ingin menikahi saya dan mau menerima saya apa adanya.”

“Yakin, Tan.”

“Saya minta syarat. Jika kelak kita berumah tangga, kamu jangan mengungkit-ungkit masa lalu saya.”

Halim setuju dengan syarat yang diajukan Intan. Mereka pun akhirnya menikah. Sejak itu, Intan meninggalkan profesinya yang sebenarnya sedang berada di puncak dan mendatangkan uang banyak. Ia lebih memilih Halim, seorang tentara baik hati dan saleh yang telah menaklukkan hatinya. Padahal, sebelumnya sudah banyak lelaki yang serius ingin menikahi Intan meski ia seorang pelacur. Tetapi, Intan selalu menolaknya. Pada seorang tentara bernama Halim ini, ia melabuhkan cinta terakhirnya dalam sebuah mahligai pernikahan yang indah.
Masya Allah!

Halim tampak bahagia usai menikahi Intan. Tugasnya untuk menyelamatkan Intan dari jalan yang salah akhirnya berhasil. Pertentangan dari keluarga Halim seperti diduga sebelumnya ternyata tidak ada. H. Ismail dan Hj. Aisyah, orang tua Halim, menyadari keinginan Halim untuk menikahi Intan karena sebuah tugas yang mulia itu. Mereka pun meridhai pernikahan anaknya dengan seorang pelacur itu.

Kini, Intan menjadi istri yang bertanggung jawab. Halim sendiri sekarang telah pensiun dan menjadi purnawirawan. Perkawinan Halim dan Intan tidak dikaruniai anak hingga sekarang. Zaenab sendiri sudah besar dan sedang kuliah di sebuah universitas swasta terkenal di luar Jawa.

Perubahan yang paling kental dari Intan setelah dinikahi Halim adalah ia suka pergi dari satu mushala ke mushala lain di kampungnya untuk mengikuti pengajian. Kesungguhan Intan untuk bertaubat ini diamini oleh banyak warga. Halim tidak saja berhasil membawa Intan dari jalan yang salah tapi juga telah sukses menanamkan benih-benih agama yang baik pada Intan.
Mereka benar-benar telah menjadi keluarga bahagia, apalagi Zaenab kini telah menjadi seorang mahasiswi yang berprestasi dan berkali-kali mendapatkan beasiswa dari kampusnya. Sebuah akhir hidup yang manis dan enak untuk dikenang.

Demikian kisah tentang seorang pelacur kelas kakap yang mendadak insyaf dan meninggalkan pekerjaannya setelah bertemu dan diajak menikah oleh tentara yang saleh dan bertanggung jawab. Semoga kita bisa belajar dari kisah ini! Amien. (Eep Khunaefi/dimuat Hidayah edisi 83/Juli/2008)

Tidak ada komentar: