Jumat, Juli 31, 2009

JIN PUN BERPUASA DAN BERLEBARAN

Apakah jin juga berpuasa dan berlebaran seperti halnya manusia?

Allah berfirman, “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzaariat [51]: 56). Jika kita berkaca pada ayat ini, maka tentu jin pun akan berpuasa dan berlebaran untuk mendapatkan pahala dan ridha Allah. Sebab, puasa adalah bagian dari ibadah wajib kepada Allah. Tentu, jin (Muslim) pun tidak ingin masuk neraka hanya karena tidak berpuasa.

Dari ayat ini pula sebenarnya bisa kita ambil kesimpulan bahwa di antara jin juga ada yang Muslim seperti manusia. Jin muslim inilah yang selalu taat kepada Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya seperti halnya seorang manusia yang beriman dan bertakwa.

Namun, apakah puasanya jin itu sama seperti puasanya manusia yaitu dimulai sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari? Tidak ada dalil yang pasti mengenai ini. Namun, banyak yang berpendapat bahwa seperti halnya manusia jin Muslim juga mengikuti syariat Nabi-nabi mereka. Karena sekarang kita hidup dengan syariat Nabi Muhammad, maka jin Muslim pun mengikuti syariat beliau.

Sebagai makhluk yang mengikuti syariat Nabi Muhammad, tentu semua ibadah yang dikerjakan oleh jin juga sama dengan yang dikerjakan oleh manusia, termasuk cara puasa mereka. Artinya, kemungkinan besar jin pun berpuasa dengan menahan rasa lapar, dahaga dan seksual mereka sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari.

Menurut Panji Semirang, golongan jin beribadah menurut syariat pada masa Nabi berada. Untuk sekarang para jin beribadah mengikuti cara Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an menguatkan persepsi ini dalam QS Al-Jin,

“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur’an) lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (Al-Jin [72]: 1-3).

Ayat di atas nampak bahwa jin pun sangat bergairah untuk belajar al-Qur’an pada Nabi. Diakui sendiri oleh para jin bahwa al-Qur’an telah memberikan hidayah yang luar biasa. Tanpa sadar, landasan ilmiah ini menegaskan bahwa sistem peribadatan mereka (para jin) juga sama dengan manusia yaitu membaca al-Qur’an, shalat dan berpuasa.

Dalam dunia ghaib dikenal istilah Lailatul Jin (Malam Jin). Malam jin adalah malam di mana mereka menemui Rasulullah kemudian Rasul bersama mereka mendatangi kaum jin tersebut. Saat itulah, kaum jin mempelajari agama Islam dan mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an.

Sekali lagi, istilah ini menegaskan akan korelasi antara jin dan manusia untuk sama-sama mereguk syariat Nabi Muhammad. Ini artinya, sudah tentu jin pun berpuasa ketika hari yang mulia ini tiba. Tentunya, setelah itu mereka akan melakukan perayaan syukuran yang disebut dengan lebaran. Hanya saja, kita tidak tahu konsepsi lebaran mereka? Yang jelas, mereka tidak akan makan ketupat lebaran seperti halnya manusia. Sebab, mereka memiliki jenis makanan sendiri.

Menarik sebuah perkataan dari Allamah Thaba’thabai. Beliau pernah berkata demikian, “Telah dinukil dari jin bahwa semua agama dan mazhab yang diikuti oleh umat manusia juga terdapat pada jin kecuali mazhab ahlul-sunnah. Karena segolongan jin yang menyaksikan Ghadir-Khum (pelantikan Imam Ali di Ghadir Khum) masih hidup sampai saat ini dan mereka ikut bersaksi atas pelantikan Imam Ali sebagai khalifah oleh Rasulullah Saw.”

Dari perkataan di atas jelas bahwa jangankan persoalan ritual puasa yang merupakan kewajiban makhluk Tuhan yang terkena taklif, persoalan mazhab pun Jin memilikinya seperti halnya manusia. Artinya, di dalam alam jin juga ada madzhab atau golongan yang berkiblat pada imam tertentu. Sebab, mereka juga punya ulama, ustadz dan pakarnya sendiri-sendiri seperti juga manusia.

Suatu ketika sahabat Imam Muhammad Baqir bernama Abu Hamzah berkunjung ke rumah beliau. Karena masih ada tamu lain yang sedang berbicara dengan Imam, dia menunggu di luar rumah. Ketika para tamu itu keluar, tidak satu pun yang dikenalnya. Kemudian dia meminta izin untuk masuk dan menganjurkan agar Imam waspada terhadap para tamu asing itu, karena boleh jadi mereka itu adalah mata-mata Bani Umayyah yang tidak segan-segan menumpahkan darah. Imam memberitahukan bahwa para tamu asing itu adalah jin-jin Muslim yang menanyakan berbagai persoalan masalah agama kepada beliau.

Dari kisah nyata di atas yang penulis ambil dari karya Ruqayyah Yaqubi, “Laskar Api: Buku Paling Pintar Tentang Jin”, jelas bahwa jin yang beragama Islam pun banyak bertanya pada manusia tentang syariat yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Ini artinya, bahwa perilaku religiusitas jin Muslim juga sama persis dengan yang dilakukan oleh manusia, baik dalam shalatnya, puasanya, dan (mungkin) lebarannya.

Bahkan, telah dinukilkan dari Ummu Salamah, istri baginda Rasul Saw. bahwa semenjak wafatnya baginda Rasul Saw. dia tidak pernah lagi mendengar tangisan jin. Hingga suatu malam kembali dia mendengar suara tangis jin, dan ternyata di hari itu, Al-Imam Husein as telah gugur syahid. Seorang wanita jin menangisi Imam Husein, dan berkata:

“Wahai kedua mataku, menangislah sekuatnya, karena setelahku nanti, siapa lagi nanti yang akan menangisi para syuhada Karbala. Menangislah untuk manusia-manusia suci yang ajal telah membawa mereka kepada penguasa keji dari turunan budak.”

Kisah yang diambil dari karya Ali Ridha Tijali Tehrani yang berjudul “Jin dan Setan” ini menunjukkan bahwa bangsa jin yang beragama Islam pun sangat berduka ketika orang yang dikasihi Allah meninggal dunia. Jika mereka tidak beriman, tidak mungkin mereka menangisi syuhada yang tewas di medan laga. Inilah sebuah simbol bagaimana bangsa jin Muslim pun memiliki ikatan psikologis yang kuat dengan bangsa manusia, apalagi yang beriman dan bertakwa kepada Allah.

Dalam kitab Laali al-Akhbar disebutkan, seorang zahid yang bersahabat dengan jin mukmin menceritakan, kala itu, ia sedang duduk di masjid di antara barisan, kemudian muncul teman jinnya seraya bertanya kepadanya, “Bagaimana kamu melihat hati orang-orang yang berada di masjid ini?”

“Sebagian dari mereka tidur dan sebagian lagi terjaga,” jawabnya.

“”Apa yang engkau lihat di atas kepala mereka?” Tanyanya lagi.

“Aku tidak melihat sesuatu apapun,” katanya.

Lantas jin itu mengusap matanya dengan tangannya dan berkata, “Sekarang perhatikan!”
Tiba-tiba dia bisa melihat di setiap kepala mereka, berdiri seekor burung gagak.
Hanya saja, beberapa dari burung gagak tadi menutupi kedua mata orang yang berada di bawahnya dengan kedua sayapnya dan beberapa burung gagak lain tidak selalu menutupi kedua mata orang yang di bawahnya, melainkan adakalanya burung itu mengangkat kedua sayapnya.

“Apakah gagak itu?” tanyanya kepada jin mukmin.
Si jin pun menjawab, “Gagak-gagak itu adalah setan-setan penggoda. Manakala manusia melupakan Tuhannya, saat itu mereka akan menutupi mata manusia dengan kedua sayapnya, dan manakala manusia mengingat Tuhan-Nya, mereka akan mengangkat kedua sayap dari mata manusia.”

Sekali lagi, kisah di atas menandaskan bahwa jin Muslim pun dikenakan taklif untuk beribadah kepada Allah. Dari catatan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa jin yang telah menyatakan dirinya bersyahadat juga melakukan poin-poin religius seperti yang dilakukan oleh manusia yang beriman dan bertakwa, yaitu shalat, puasa dan (mungkin) lebaran. Sebab, pada dasarnya, kehidupan alam jin sama dengan alam manusia.

Dalam konteks puasa, karena jin pun mengikuti syariat Nabi Muhammad Saw., maka ia pun menahan rasa lapar, haus dan seksualitas mereka sejak fajar hingga terbenamnya matahari pada bulan Ramadhan. Setelah mereka sebulan penuh berpuasa, mereka pun ikut merayakannya dengan suka cita, seolah perjuangan telah berhasil mereka lalui. Dalam konteks Muslim Indonesia, itulah yang dinamakan lebaran. Di alam jin, mungkin prosesnya sama, meski namanya berbeda. Yang jelas, mereka pun pasti akan merayakan suka cita pasca berpuasa, layaknya umat Muslim Indonesia merayakan lebaran. Wallahu a’lam bil shawab!

Eep Khunaefi

Tidak ada komentar: