Jumat, Oktober 24, 2008

NAGA KUNADI (Qiu Xue Lung), Mimpi Buruk dan Surat al-Humazah yg Menggetarkan Jiwa

“Saat kubaca surat al-Humazah, ternyata begitu mengejutkanku. Kandungan surat itu sangat sesuai dengan apa yang kuimpikan beberapa tahun yang lalu. Ini bukan serba kebetulan. Tapi, sepertinya sudah direncanakan oleh Tuhan. Pesan surat ini begitu mendalam. Sejak itu aku pun mulai bertanya pada orang tentang Islam, hingga akhirnya kusadari atau tidak bahwa aku harus memeluk agama ini.”

Ditemui di Masjid Karim Oi di tengah teriknya matahari dan aura puasa Ramadhan, lelaki muda berusia 33 tahun ini pun menceritakan secara blak-blakan kepada Hidayah perihal keislaman dirinya beberapa tahun yang lalu, yang baginya merupakan sebuah puncak pergulatan spiritualnya selama ini. Berikut penuturannya!

Mimpi Seram
Saat itu masih Sekolah Menengah Pertama (SMP). Malam merayap kota Jakarta. Sunyi senyap melelapkan kebanyakan orang pada tidurnya. Hanya sebagian yang terjaga untuk bertasbih dan bertahmid kepada Allah dalam ketepekuran shalat malam. Naga Kunadi remaja terjaga dari tidurnya. Tapi, bukan untuk shalat malam. Mimpi buruk telah mengejutkannya sehingga memaksanya untuk terjaga. “Ah, ternyata aku hanya mimpi buruk,” bisiknya dalam hati.

Naga Kunadi bermimpi melihat api yang sangat besar dan ia berada di dalamnya. Api itu menjilat-jilat hendak memakannya. Di tengah marah bahaya yang mengancam, ia melihat di depannya sebuah lubang yang sangat besar yang di dalamnya banyak paku bumi dan orang-orang sedang disiksa dengan dirantai kedua tangannya. Sebagian dari orang itu ada yang mukanya hancur lebur, tak terbentuk dan mengerikan. Mereka meraung-raung kesakitan yang tak terperikan. Sepertinya mereka sedang disiksa. “Aku ngeri sekali melihatnya,” ujar Naga Kunadi meski yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi.

Naga Kunadi terjaga. Mimpi buruk itu mengejutkannya. Karena masih kecil ia tak mengerti apa makna mimpi itu? Karena masih kecil pula ia tak pernah menanyakannya pada orang lain tentang mimpinya itu. Hanya saja, sejak itu ia jatuh sakit demam yang sangat akut selama tiga hari. “Tubuhku sangat panas,” aku Kunadi kala itu. Saat dibawa ke dokter untuk berobat, Kunadi divonis tidak sakit. Tidak ada tanda-tanda ia mengalami penyakit medis yang serius. “Tetapi, kurasakan seluruh tubuhku sangat ngilu. Keringat dingin bercucuran membasahi tubuhku,” ujar Kunadi lebih lanjut.

Ajaibnya, tanpa diobati dan diberikan resep apapun, tiga hari kemudian sakitnya sembuh dengan sendiri. Tetapi, selama itu pula tidak ada yang tahu hal yang menyebabkan Kunadi seperti itu. Kunadi sendiri tidak pernah menceritakan persoalan yang sebenarnya bahwa semuanya itu karena mimpi yang sangat menakutkan. “Aku juga bingung kenapa mimpi itu tak pernah kuceritakan. Padahal inilah pangkal persoalannya aku sakit,” ujar Kunadi heran sendiri.

Usai sembuh, keadaan pun normal kembali. Kunadi yang masih anak SMP tetap pergi ke sekolah. Seolah apa yang terjadi beberapa hari yang lalu dalam tidurnya itu tak pernah terjadi. “Meski masih ingat, tapi aku sudah melupakan mimpi itu,” ujar Kunadi. Ia tak mau mengingat-ngingat mimpi itu lagi karena sangat mengerikan. Bisa jadi, ia akan jatuh sakit lagi.

Waktu terus berjalan hingga tak terasa Kunadi sudah Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri (SMEAN) 24 Cengkareng. Bulu ketiaknya mungkin sudah tumbuh di bawah kedua pangkal tangannya. Kumis pun perlahan tapi pasti mulai merayapi bagian atas bibirnya. Rasa suka pada lawan jenis juga mungkin sudah muncul di benaknya. Rasa ingin tahunya juga mungkin semakin besar. Yang jelas, Kunadi dewasa tidak jauh berbeda dengan Kunadi saat remaja: anak baik, yang tetap ingin serius pada pelajaran.

Suatu kali Kunadi mengajak temannya untuk berjalan-jalan ke mal Sunter. Sampai di sana, rupanya hatinya tergerak untuk masuk ke tokoh gunung agung. Kalau sang teman membeli kaset, sementara ia tertarik untuk membeli buku di tokoh itu. Perlahan-lahan ia memasuki tokoh buku yang sangat terkenal di Jabodetabek itu. Tiba-tiba sorot kedua bola matanya tertuju pada sebuah tumpukan kitab suci. “Saat itulah aku melihat al-Qur’an terjemahan,” ujarnya bersemangat di tengah gemuruh suara orang sedang berpidato di lantai bawah dalam rangka menyambut berbuka puasa.

Iseng-iseng Kunadi membukanya. Entahlah, pikiran apa yang merasukinya hingga ia tertarik untuk membuka al-Qur’an terjemahan! Yang jelas, saat itu kedua bola matanya tiba-tiba terfokus pada kitab suci umat Islam tersebut. Ia membacanya perlahan-lahan. “Kalau orang kebanyakan membaca dari surat al-Fatihah dulu, aku malah dari surat al-Nas,” ujarnya sambil sekali-kali menggoyang-goyangkan tubuhnya ke depan dan ke belakang.

Kunadi membaca surat al-Nas. Surat ke-114 yang berarti manusia dan mengisahkan tentang hubungan Tuhan, manusia dan syetan ini pun membuatnya semakin tertarik untuk melanjutkan bacaannya pada surat-surat yang lain: al-Falq, al-Ikhlas, al-Lahab, al-Nasr dan sebagainya. Hingga tanpa disadarinya ia telah sampai pada surat al-Humazah yang berarti pengumpat.

Kunadi membaca surat al-Humazah perlahan-lahan, “Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Hutamah. Dan tahukah kamu apakah Hutamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan. Yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka. (Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (QS. Al-Humazah [104]: 1-9)

Sembilan ayat surat al-Humazah berhasil dibacanya. Tiba-tiba tenggorakan Kunadi seperti tersekat. Ia tak kuasa melanjutkan bacaannya lagi ke surat selanjutnya. Pada ayat terakhir surat itu seperti memaksa Kunadi untuk ingat pada peristiwa silam tentang mimpinya yang menakutkan itu. “Isi surat itu kok sesuai sekali dengan apa yang aku impikan beberapa tahun yang lalu saat SMP,” ujarnya semakin serius. Orang yang suka mengumpat dan mencela akan diikat pada tiang-tiang yang panjang. Hal ini persis seperti yang dilihatnya dalam mimpi yaitu orang-orang dirantai tangannya pada paku bumi yang sangat besar. “Benar-benar luar biasa, Mas. Aku kok merasa mimpi itu seperti bukanlah sebuah kebetulan atau bunga tidur,” ujarnya dengan ekspresi meninggi.

Selama ini Kunadi mengira mimpinya itu hanyalah bunga tidur. Karena itu, ia menyuekinya meski sempat membuat tubuhnya jatuh sakit. Tetapi, setelah ia membaca akhir surat al-Humazah, sepertinya ia dipaksa untuk membongkar memori masa lalunya lagi dan meyakininya sebagai “semacam petunjuk”.

Dalam mimpinya Kunadi juga melihat dirinya berada dalam lingkaran api yang sangat besar, layaknya orang yang suka mengumpat dan mencela akan dilemparkan ke dalam neraka Hutamah yang apinya menyala-nyala. “Kok, isi surat ini seperti mengisahkan tentang keadaanku dalam mimpi itu,” ujarnya semakin serius.

Tubuh Kunadi mulai bergetar. Meski masih SMA, tapi ia mulai menyadari bahwa semua ini pasti ada maksudnya. Tidak begitu saja Tuhan membawanya pada tokoh gunung agung lalu membaca al-Qur’an dan menemukan surat al-Humazah yang menggetarkan jiwa. Semua ini pasti ada hikmahnya. “Mungkinkah saatnya aku harus masuk Islam!” bisik Naga dalam hati saat itu.

Di satu sisi jiwanya mulai terkoyak oleh partikel-partikel kebenaran Islam, di sisi lain pikirannya melakukan pemberontakan. “Aku tak percaya begitu saja. Meski aku mulai tertarik pada Islam, tapi aku ingin mengetahuinya lebih mendalam lagi,” ujarnya penuh ketenangan, layaknya sebuah air tak berarus berada dalam kubangan yang besar.

Lulus SMA ia pun bekerja di sebuah perusahaan yang menempatkannya harus tinggal di asrama. Di asrama itulah ia bergaul dengan banyak orang Islam, sehingga ia banyak bertanya tentang Islam pada teman-temannya di sana. “Bahkan, aku mulai menyanangkan target,” ujarnya. Sejak itu, setiap bulan Kunadi mulai mematok harus membeli satu buah buku Islam. “Aku ‘kan sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, jadi kugunakan untuk sebisa mungkin membeli buku-buku Islam,” ujarnya. Hingga sekarang ia telah memiliki sekitar 150 judul buku Islam. Sayang, beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 2006, tempat tinggalnya kebanjiran sehingga buku-bukunya pada rusak dan sebagian hilang.

Tidak berhenti sampai di situ, ia pun mulai berani bertanya tentang Islam pada ustadz yang ditemuinya secara sengaja atau tidak. Malahan ia terbilang nekad. Ia sampai meminta alamat seorang ustadz yang dilihatnya sedang berceramah di suatu tempat. Setelah mendapatkannya, ia nekad mendatangi rumahnya. Di situ ia banyak bertanya tentang Islam. Sampai akhirnya ia menemukan keyakinan yang kuat bahwa Islamlah agama yang semestinya ia peluk, bukan agama Konghucu. “Jadi, ketertarikanku pada Islam benar-benar dilalui dengan banyak membaca dan bertanya tentang agama ini,” ujarnya bergairah.

Ayah Tak Marah
Merasa sudah yakin dengan kebenaran Islam, Kunadi pun berterus terang kepada keluarganya. Meski sejak kecil sering ikut sama neneknya, tapi ia pun tetap menceritakan keinginannya pada kedua orang tua. Kepada ayah Kunadi berterus terang, “Yah, aku ingin masuk Islam.”

Ayahnya terperanjat kaget. Ia tidak menyangka jika dirinya diajukan sebuah pertanyaan yang tak pernah didengarnya sejak dulu. Tak tanggung-tanggung, dari anaknya sendiri lagi. Tapi keadaan mulai dikuasainya, ia balik bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu tertarik pada Islam?” Jawaban sang ayah yang bernama asli Qiu Shi Xian ini cukup mengagetkan Kunadi.
“Ternyata ayah tidak marah. Ia malah bertanya balik dengan cukup bijak,” ujar Kunadi.

“Aku ingin punya keyakinan, Yah.” Bagi Kunadi, agama Konghucu hanyalah sebuah agama yang lebih banyak mengajarkan tentang filsafat dan budaya, misalnya bagaimana tata cara bertata krama dengan kedua orang tua, orang lain, dan lingkungan. Masalah keyakinan kepada Tuhan jarang sekali disinggung. Karena itu, ketika ia tertarik pada Islam, alasan yang dikemukakan pada ayahnya adalah masalah keinginannya untuk punya keyakinan.

Sang ayah pun menjawab demikian, “Keyakinan saja tidak cukup.”

Tetapi, Kunadi tak mau kalah, “Aku ingin punya aturan hidup sendiri, Yah.”

Tanpa mau berdebat panjang, ayah yang bijak itu pun hanya berpesan, “Ayah tidak masalah kamu masuk Islam, asalkan satu syarat: jaga akhlak kamu.”

Mendengar penjelasan seperti itu, Kunadi pun merasa sangat senang. Satu restu sudah ia dapatkan untuk masuk Islam. Bagi Kunadi, ayah adalah seorang pembaca buku yang baik. Hal itu yang membuatnya punya pikiran bijak, tidak kolot terhadap agama tertentu. Apalagi, agama Konghucu tidak pernah mengikat hati seseorang pada keyakinan yang kuat pada Tuhannya.
Bagaimana sang ibu (Huang Shun Xiang) dan nenek (Liem Nyuk Tjin) yang membesarkannya? Mereka berdua belum merestui kepindahan Kunadi ke Islam, meski akhirnya mereka juga tak melarang keras.

Pada tahun 2002 Masjid Karim Oi pun menjadi saksi bersejarah bagaimana Kunadi diislamkan secara total. Dengan mengucap kalimat syahadat, asyhadu an laa ilaa ha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah) ia menambatkan hati dan pikirannya pada Islam, agama yang sudah didalaminya selama bertahun-tahun.

Semakin Tenang
Apa yang dirasakan Kunadi setelah masuk Islam? Dengan jujur ia pun menjawab, “Aku semakin tenang menjalani hidup ini.” Ia menganggap tidak salah memilih Islam. Sebab, setelah sekian lama bergelut dengan ajaran-ajaran Islam akhirnya ia semakin mengetahui bahwa agama yang paling diridhai di sisi Allah ternyata adalah Islam. Jadi, ia tidak salah memilih.

“Islam juga ternyata begitu teliti dalam mengatur masalah hukum,” ujarnya semakin serius. Untuk menyebut kata adil saja, al-Qur’an sampai menyebutkannya beberapa kali dalam bentuk yang berbeda seperti fahkum bainan al-nas bil ‘adl dan fahkum bainan al-nas bil-qisth. Kedua ayat itu sama-sama dimaknai “Hakimilah di antara manusia dengan adil”. Di mata Kunadi, penjelasan seperti ini menunjukkan betapa telitinya al-Qur’an dalam mengatur masalah hukum.
“Itulah yang membuatku semakin tertarik pada Islam karena punya aturan yang jelas,” ujarnya bersemangat meski kedua bola matanya menyiratkan kelelahan karena capek dan kurang tidur.

Kunadi juga memuji konsep al-Qur’an tentang tauhid (keesaan Ilahiyah). Dalam al-Qur’an dijelaskan dengan pasti bahwa Tuhan itu satu yaitu Allah. Hal itu disiratkannya dalam al-Qur’an beberapa kali. Tetapi, ayat paling jelas mengupas masalah ini adalah surat al-Ikhlas. Hal ini berbeda dengan konsep ketuhanan dalam ajaran Konghucu atau ajaran Kristiani, yang tak memiliki konsep yang jelas tentang Tuhan.

Kini, setelah menjadi Muslim ia pun rajin memperdalam keislamannya di Masjid Karim Oi dan beberapa tempat lainnya. “Alhamdulillah, aku sudah bisa membacanya meski tak terlalu mahir,” ujarnya dengan tenang ketika Hidayah menanyakan kepadanya soal bisa dan tidak membaca al-Qur’an.

“Ternyata kamu memang tampak makin tenang, Kun,” timpalku dalam hati.
Hari kian senja. Jam telah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Sesaat lagi akan berbuka puasa. Sore itu, Masjid Karim Oi sedang ramai karena ada liputan langsung dari salah satu televisi swasta tentang berbuka puasa dan shalat berjamaah. Kami pun berpamitan karena Kunadi sebenarnya sedang sibuk, turut ambil bagian dalam acara itu. Motor merk terkenal dari branch terkenal pun akhirnya membawaku pergi, memisahkan pertemuan kami berdua di senja Ramadhan kala itu.

“Selamat, semoga dia bisa menjadi Muslim yang sejati!” bisikku dalam hati mengantar kepergianku sore itu dari Masjid Karim Oi.

Eep Khunaefi

Tidak ada komentar: