Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa masalah roh adalah urusan Tuhan. Artinya, tidak ada orang yang tahu mengenai wujud roh karena merupakan persoalan gaib kecuali sang penciptanya. Tetapi, hal-hal “mustahil” bagi manusia untuk mengetahuinya itu, terkadang oleh Tuhan diberikan kesempatan untuk menjadi “mungkin”. Jadi, Tuhan yang menyatakan roh menjadi urusan-Nya dan Dia pula yang merubahnya menjadi sesuatu yang mungkin untuk diketahui oleh manusia.
Banyak amsal menunjukkan akan hal ini. Misalnya, manusia tidak bisa melihat setan atau makhluk halus. Kenyataannya, ada sebagian orang seperti orang-orang saleh atau orang yang memiliki kekuatan spiritual yang tinggi, justru bisa melihatnya –bahkan, menjadikannya kawan. Nabi sendiri bergaul bersama dengan para jin. Bahkan, jin yang selalu mendampingi Nabi disinyalir masih hidup hingga sekarang.
Ini artinya apa? Semua itu menunjukkan bahwa sesuatu yang mustahil diketahui oleh manusia, oleh Allah dengan mudah akan merubahnya menjadi mungkin. Apa yang dialami oleh Ustadz H. Nasihin ini adalah salah satu contohnya. Saat masih remaja (SMP), ia pernah melihat rohnya sendiri. Tentu, banyak orang yang tidak percaya akan ceritanya. Karena itu, beliau sendiri sebenarnya enggan menceritakan persoalan ini. “Pasti banyak orang yang tidak percaya, Mas,” ujarnya pada Variasari.
Kisah ini berawal dari keinginan Nasihin remaja untuk merasakan kematian. Ia terinspirasi oleh kisah Nabi Idris yang meminta pada Tuhannya untuk dimatikan. Doa Nabi Idris dikabulkan Tuhan. Ia pun meninggal dunia dan merasakan betapa sakitnya saat rohnya dicabut.
Jiwa remaja Nasihin yang ingin mencoba-coba sangat tergugah dengan kisah ini. Ia pun berpikir seandainya bisa mati dan merasakan saat rohnya dicabut oleh Malaikat Izrail. Makin lama dipikirkan, keinginan ini menjadi kuat. Ia pun menyadarinya bahwa semua itu bisa terjadi kalau dirinya sudah benar-benar dekat dengan Tuhan. Maka, Nasihin remaja pun memulai pendalaman spiritualnya.
Hal pertama yang dilakukan Nasihin remaja adalah membiasakan puasa Senin dan Kamis. Setelah beberapa kali melakukannya, ia merasa kurang. Lalu berganti menjadi puasa setiap hari. “Saat maghrib tiba, tetap saya buka,” ujarnya dengan mimik nyantai. Hampir sebulan ia melakukan puasa setiap hari. Bagi lelaki remaja, hal ini adalah sesuatu yang luar biasa. Sebab, anak remaja umumnya masih lebih senang pada main-main atau hura-hura dibandingkan konsen pada persoalan spiritual. Tetapi, Nasihin remaja sudah senang bergelut pada masalah ini.
Suatu malam ia pergi ke masjid untuk menunaikan shalat hajat dua rakaat. Usai shalat ia berdoa kepada Allah agar dirinya diberikan kesempatan untuk bisa merasakan kematian. Usai berdoa ia pun tertidur menghadap ke kiblat dengan posisi kepala di utara dan kaki di selatan. Tetapi, tidak lama kemudian ia terjaga. Ada sesuatu yang membangunkannya. Ujung-ujung jari kakinya seperti merasa kesemutan. Rasa kesemutan itu terus berjalan hingga pergelangan jari kaki dan berhenti. Setelah itu merembet naik lagi hingga mata kaki dan berhenti. Saat sampai di mata kaki, rasa kesemutan itu berhenti lagi. Lalu berjalan kembali menuju dengkul dan berhenti lagi. Lalu berjalan lagi menuju antara (maaf) alat vital dan perut. Setelah itu berjalan kembali hingga ke kerongkongan. Di kerongkongan ini berhenti agak lama. Lalu berjalan lagi menuju ubun-ubun dan ia pun merasakan rohnya seperti keluar dari jasadnya.
Selama prosesi keluarnya roh itu, Nasihin merasa takut sekali. Dalam batinnya terucap,“Ah, saya mati nih.” Meski sebelumnya ia berdoa kepada Allah agar diberikan kesempatan seperti Nabi Idris yang merasakan kematian, tetapi ketika dihadapkan pada hal yang sama, ia takut juga. Karena itu, ia tak henti-henti mengucap syahadat dalam hati selama prosesi itu.
Setelah dipastikan roh Nasihin telah keluar dari jasadnya, sesosok seperti bayangan putih berdiri di depannya. Itulah gambaran rohnya sendiri. Bentuknya seperti jasadnya, hanya saja sulit menggambarkannya. “Saya melihat saya sendiri,” ujarnya.
Oleh roh, jasad Nasihin ditanya, “Hai, gerakan tanganmu!” Nasihin pun menggerakan tangannya, tapi tidak bisa. Tidak bertenaga dan lemas sekali. Roh itu memerintahkan kembali, “Hai, gerakan kakimu!” Nasihin pun menggerakan kakinya, tapi tetap tidak bisa. Ia lemas dan tidak bertenaga.
Roh Nasihin lalu jalan-jalan dan melihat keluarganya yang sudah tertidur. “Saya melihat bapak dan ibu saya nyenyak dalam tidurnya,” ujarnya. Ia mengetahui semuanya itu padahal jasadnya berada di tempat yang lain. Roh Nasihin lalu kembali lagi mendekati jasadnya. Seketika itu jasadnya berdoa kepada Allah, “Ya Allah, sekiranya sekarang juga saya kembali kepada-Mu, saya ridha. Sebaliknya, jika Engkau berkenan mengembalikan roh saya ke jasad saya, maka kembalikanlah.”
Tetapi, belum saja roh Nasihin hendak masuk kembali ke jasadnya, tiba-tiba datang makhluk menyeramkan berwarna hitam pekat. “Bentuknya seperti roh saya sendiri, hanya saja warnanya hitam pekat,” ujarnya. Bayangan hitam itu hendak mengambil paksa roh Nasihin. Tetapi, ia membaca al-Qur’an sebanyak-banyaknya. Tiba-tiba bayangan hitam itu menjerit kesakitan dan lari terbirit-birit. Tidak lama kemudian, roh Nasihin masuk kembali ke jasadnya dengan selamat.
Tetapi, tidak seperti saat keluarnya yang perlahan-lahan, kali ini roh masuk secara langsung ke jasad Nasihin. “Setelah dipastikan roh saya masuk kembali, saya mengucapkan al-hamdulillah,” ujar Nasihin.
Besok harinya, di masjid itu Nasihin melihat ada pengajian di mana penceramahnya sedang berbicara masalah keluarnya roh dari jasad manusia. Nasihin mendengarkannya dari jauh. “Apa yang dijelaskannya ternyata persis seperti yang saya alami. Hanya saja bedanya, dalam kasus saya tidak ada malaikat Izrail-nya. Sebab, kalau ada saya pasti sudah mati,” ujarnya sambil tertawa.
Cahaya Putih
Sejak mengalami hal spiritual yang luar biasa itu, Nasihin remaja tidak mau menceritakannya kepada orang lain. Ia menyimpannya dalam-dalam. “Saya takut ini menjadi fitnah, Mas. Sebab, ini adalah masalah yang penuh resiko untuk dibicarakan,” ujarnya.
Ternyata kejadian aneh itu tidak berhenti sampai di situ. Suatu kali, Nasihin remaja shalat berjamaah Maghrib pada seorang imam yang menguasai beberapa bahasa: Arab, Inggris, Jerman, Jepang dan Belanda. Saat ruku’ ia merasakan ada cahaya terang di depannya. Lalu ia bangun dari ruku’, maka ia pun benar-benar melihat cahaya itu. “Putih sekali warnanya dan bentuknya seperti roh saya itu,” ujarnya.
Hal yang menakjubkan, cahaya terang itu sekonyong-konyong menyinari tubuhnya hingga ia menyelesaikan shalatnya. Setelah mengucapkan salam, tubuh Nasihin tiba-tiba ambruk tak berdaya. Ia jatuh terkulai hingga ditolong oleh jamaah lainnya untuk diistirahatkan. Saat ditanya orang, ia pun hanya menjawab tidak terjadi apa-apa. Semua itu dilakukannya untuk menutupi hal yang sebenarnya. Meski badannya lemas tak berdaya, hatinya merasa sangat tenang. “Sejak itu hati saya tenteram sekali, Mas.”
Usai itu, Nasihin pergi ke jalan raya. Ia merasakan ketenangan yang luar biasa. Saking tenteramnya hati Nasihin, ia berdoa kepada Allah saat berada di jalan raya itu, “Ya Allah, seandainya ada harimau atau binatang buas lainnya hendak menerkam saya saat ini juga, saya ikhlas dan ridha pada-Mu ya Allah.” Untungnya, malam itu tidak ada harimau atau binatang buas yang menerkamnya, hingga ia bisa selamat dari bahaya.
Nasihin remaja telah menemukan sebagian kesejatian hidup. Meski usianya terbilang masih bau kencur, tetapi pengalaman spiritual itu telah membuatnya berada pada titik ketenangan batin yang luar biasa, hingga terbersit dalam pikirannya saat itu, “Seandainya sekarang saya mati pun sudah ikhlas.” Sebuah pemikiran yang sebenarnya hanya dimiliki oleh orang dewasa atau tua yang sudah matang spiritualnya.
Indera Keenam-nya Mulai Terasah
Sejak dua peristiwa spiritual yang luar biasa itu menerpa Nasihin, perasaannya semakin tajam. Kalau dalam ilmu psikologi, indera keenamnya mulai terasah. Suatu kali di sekolahnya ada olah raga x (sengaja disamarkan -red) yang dilatih oleh mantan pemain nasional. Bersama teman-teman yang lainnya, Nasihin ikut terlibat dalam olah raga itu. Tetapi, Nasihin memiliki filling (perasaan) yang kurang baik dengan olah raga ini karena cara-caranya yang salah.
Suatu kali diadakan pengisian ilmu. Acara dilakukan pada jam 12 malam di suatu tempat. Nasihin punya firasat tidak baik mengenai hal ini. Karena itu, sebelum berangkat di rumah ia berdoa, “Ya Allah, seandainya ilmu itu baik maka Engkau ajarkan saya agar bisa. Sebaliknya, jika ilmu itu tidak baik maka jauhkanlah.”
Lebih lanjut, Nasihin berdoa kembali, “Ya Allah, jika ilmu itu baik maka perlihatkanlah saya di mata mereka. Sebaliknya, jika tidak baik maka jangan Engkau perlihatkan saya di mata mereka.”
Jam 10 malam Nasihin pun berangkat bersama temannya. Benar saja, sampai di rumah kedatangan Nasihin tidak diketahui oleh teman-temannya kecuali oleh temannya yang bersamanya. Saat jam 12 malam, saatnya pengisian ilmu, Nasihin berdoa kembali kepada Allah, “Ya Allah, perlihatkan saya di mata mereka.” Seizin Allah, mereka pun bisa melihat Nasihin, sehingga mereka bertanya, “Hin, kamu baru datang.” Nasihin menjawab sekenanya, “Ya.” Padahal, sudah dua jam yang lalu Nasihin berada di situ.
Lalu dimulailah pengisian ilmu. Satu-persatu teman-teman Nasihin diisi dan sukses. Tetapi giliran Nasihin, orang itu mental tidak kuat. Nasihin sendiri terdorong ke belakang. Usaha pengisian ilmu ke tubuh Nasihin pun gagal. Tetapi, Nasihin kemudian diberikan amalan-amalan oleh guru tersebut. Dalam hatinya Nasihin berdoa, “Ya Allah, jika amalan ini tidak baik maka hilangkanlah.”
Subuh, saat Nasihin bangun pagi untuk shalat, ia merogoh sakunya dan tidak menemukan amalan yang diberikan oleh gurunya tersebut. Saat itu ia menyadari bahwa Allah telah menghilangkan amalan tersebut karena kandungannya yang tidak baik untuk dilakukan.
Nasihin lalu shalat Subuh menjadi imam. Saat berdoa seusai shalat, ia mendengar teman-temannya menangis. Usai berdoa, mereka pun ditanya Nasihin layaknya seorang guru pada muridnya, “Kenapa kalian menangis: apakah kalian pernah berzina atau membunuh?” Mereka menjawab, “Hati kami kok berat sekali dan gelisah.”
Firasat Nasihin semakin kuat bahwa ilmu yang mereka pelajari tidak baik. “Itu karena ilmu yang kalian pelajari adalah ilmu setan. Kalau begitu, besok datang ke rumah saya,” ujar Nasihin pada mereka penuh yakin.
Besok harinya, teman-teman Nasihin ternyata datang. Oleh Nasihin yang masih remaja itu, satu-persatu kepala mereka dipegang lalu didoakan. Tidak lama kemudian hati mereka menjadi tenang dan tenteram. Padahal, Nasihin merasa tidak memiliki ilmu apapun. “Saya hanya yakin saja pada Allah, Mas.” Sejak itu, Nasihin kerapkali mengobati orang yang meminta bantuan kepadanya.
Seperti Mendapat Ilmu Laduni
Demikianlah proses perjalanan spiritual Nasihin yang pernah melihat rohnya sendiri dan dimasuki cahaya, hingga membuat indra keenamnya terasah tajam. Meski saat SMA, ia pernah menjadi “bandel sebentar”: rambut gondrong, anak band dan bergaul sama para preman, tetapi jiwa spiritualnya tetap terjaga. Ia tidak terjebak minuman keras, narkoba dan sebagainya. Bahkan, hingga ia dewasa dan menjadi bapak, spiritualitas Nasihin tetap terjaga dengan baik.
Tidak sedikit orang yang beranggapan Nasihin telah diberikan ilmu laduni oleh Allah. Sejak kecil, kondisi semacam ini sebenarnya sudah terlihat. Saat SD, Nasihin adalah anak yang tidak terlalu pandai membaca al-Qur’an dibandingkan saudara-saudaranya. Tetapi, menjelang kelas enam SD, tanpa disadarinya ia bisa membaca al-Qur’an dengan sendirinya. “Saya sendiri kaget, Mas,” ujar Nasihin kala itu.
Bahkan, saat SD pula, pola pikir Nasihin sudah layaknya orang dewasa. Ia sudah mempertanyakan persoalan-persoalan dewasa seperti penciptaan badan. Kenapa tangan bisa bergerak? Kenapa kaki bisa berjalan? Kenapa mata bisa melihat? Semua itu ditanyakannya dalam pikirannya. Akhirnya, ia menemukan jawabannya sendiri bahwa semua itu pasti ada yang menggerakkan yaitu Allah. Nasihin lalu keluar rumah dan melihat langit, dan jawaban itu semakin mengukuhkan adanya keberadaan Allah di sana.
Kini, Nasihin telah dewasa dan menjadi bapak dari dua anak. Anak ketiganya yang masih bayi dipanggil Allah. Masyarakat di sekitar memanggilnya ustadz. Ia sering dipanggil ke mana-mana untuk berceramah, mengisi pengajian di masjid dan tentunya, memenuhi permintaan orang berkonsultasi kepadanya. Sudah banyak orang yang berhasil ditolongnya mulai orang biasa hingga pejabat. Mulai orang kere hingga orang kaya.
Semua kedalaman batin seperti bisa menebak karakter orang, mengobati orang dan sebagainya, didapatkannya karena kedekatannya pada Allah, tidak didapatkannya melalui guru. Untuk hal ini, Ustadz Nasihin pun berkata, “Kalau kita semakin dekat kepada Allah, maka secara langsung atau tidak Allah akan memberikan segalanya kepada kita, termasuk ilmu.” Yang penting, modalnya adalah yakin.
Penasaran dengan kemampuannya, saya pun iseng-iseng bertanya kepadanya mengenai diri saya. Ia segera menjawabnya dengan benar. Apa yang dikatakannya, itulah karakter saya yang sebenarnya. Dari situ, saya pun percaya akan kemampuan bapak yang lulusan UIN Syarif Hidayatullah jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) ini.
Ustadz Nasihin hanya berpesan agar kita jangan sombong kepada Allah atas apa yang kita miliki. Harta benda, pangkat atau pun ilmu hanyalah pemberian Allah. Kita jangan sampai menjual agama dan kepintaran kita hanya untuk materi semata. Khusus untuk masalah roh yang pernah dilihatnya itu, sebenarnya tabu untuk dibicarakan. Karena itu, saat Hidayah hendak mewancarainya itu, ia sebenarnya agak berat untuk bercerita. Tetapi, semata-mata demi dakwah, lelaki yang sebenarnya enggan dipanggil ustadz ini, akhirnya ikhlas berbagi kisah. Nilai dakwahnya bahwa tidak ada yang mungkin di dunia ini. Ketika Allah sudah berkata kun fayakun, maka apa pun yang mustahil bagi kita maka segalanya menjadi mungkin. Persoalan roh yang sebenarnya merupakan urusan Allah, tetapi jika Dia sendiri memperkenankan hamba-Nya untuk mengetahuinya maka hal itu menjadi mungkin.
Ustadz Nasihin juga tidak menuntut kita untuk mempercayai kisahnya tersebut. Sebab, ini adalah persoalan gaib yang sulit dijelaskan. Yang penting, pesannya, segala sesuatu yang terjadi pada diri kita hendaknya semakin membuat kita dekat kepada Allah. Semoga! Foto: sekedar ilustrasi diambil dari forum.kompas.com (Eep Khunaefi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar