Rabu, Januari 14, 2009
KEHILANGAN
Beberapa waktu yang lalu kami kehilangan seorang teman. Ia pindah tugas ke luar negeri, sebuah pekerjaan yang baginya sedikit lebih baik dari sebelumnya. Padahal, ia seorang teman yang sangat dibutuhkan di tempat kerja kami. Seorang leader yang baik. Tulang punggung perusahaan kami. Seorang partner yang lucu dan mampu membuat kami bergelak tawa terkikik-kikik karena kekonyolannya. Dan beberapa sisi positif lainnya.
Di Palestina, kami pun kehilangan banyak teman. Ya, teman seukhuwah Islamiyah. Mereka dibunuh secara sengaja oleh tentara Israel yang ganas. Mulai anak-anak hingga orang tua meregang nyawa dengan sia-sia. Yang masih hidup berada dalam kepanikan luar biasa. Tidak ada makanan, minuman dan peralatan medis yang memadai.
Sebelumnya, kami pun banyak kehilangan teman di Irak. Mereka banyak terbunuh dalam aksi agresi militer yang luar biasa dahsyat yang dikomandoi oleh Amerika Serikat. Sebuah tindakan yang kemudian diakui salah. Sebab, dalih penyerangan itu ternyata “palsu” belaka. Tidak ada yang namanya senjata pemusnah massal. Amerika mengakui kesalahannya. Tetapi, itu sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur.
Setiap saat kita memang kehilangan orang-orang yang kita cintai. Sebabnya selalu berbeda, tapi efek yang dirasakannya kerapkali sama: lebih miring kepada kesedihan. Tidak sedikit yang menyikapinya dengan gelisah, murka, dan protes pada Tuhan. Padahal, kalau kita selidiki: ada hikmah yang lebih besar dari semuanya itu.
Teman kami pindah tugas, itu karena ada sesuatu yang lebih di luar negeri. Anak-anak Palestina dan Irak rela berjuang hingga mereka terbunuh, itu karena ada sesuatu lebih yang mereka dapatkan di akherat kelak yaitu surga atau ridha Allah. Jadi, betapa pun beratnya kita kehilangan orang-orang yang kita cintai, sebenarnya selalu berujung pada kebahagiaan. Tentu syaratnya: kita harus ikhlas melakoninya. So, kehilangan janganlah selalu diartikan sebagai kekurangan. Tapi, sesuatu yang mestinya membuat kita bangkit dan menghargai akan artinya kebesaran Allah.
Saya punya teman. Ia kehilangan kedua matanya karena sebuah benda tumpul saat masih kecil. Padahal, ia adalah anak yang cerdas, pintar dan selalu berprestasi di kelas. Kejadian ini membuat kedua orang tuanya sempat stress, begitu juga teman saya. Tetapi, tidak lama kemudian mereka menyikapinya dengan ikhlas. Kehilangan kedua bola matanya dianggap sebagai takdir Tuhan. Jadi, betapa pun ia harus menatap ke depan, gak boleh kembali ke belakang memikirkan kesalahan-kesalahan dirinya.
Kini, teman saya itu telah menjadi orang sukses. Ia pandai berdakwah ke mana-mana. Ketika ditanya mengenai kondisinya kini, ia pun hanya berujar, “Jika saya tidak begini, mungkin nasib saya tidak akan sebaik ini.” Ya, kehilangan kedua bola matanya disikapinya dengan hal yang positif. Akhirnya, hal itu berbuah manis di kemudian hari.
Dari pengalaman di atas, kita paham bahwa kehilangan hal yang kita cintai itu memang menyakitkan. Tapi, janganlah kita terlalu larut dalam kesedihan. Segera kita ingat pada Allah dan berbenah diri untuk menatap masa depan. Sebab, dalam setiap peristiwa pasti ada makna yang tersembuyi. Dan itu baru kita ketahui kemudian. Saat itulah kita menyadarinya betapa sayangnya Allah kepada kita. (Khunaefi/Foto: husainku.wordpress.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
wah iya, saya tau nih siapa temennya.....saya juga merasa seperti itu pak, padahal baru beberapa hari bekerja.
Betul, kamu pasti tahu orangnya. Dia banyak jasa sama saya. Insya Allah, suatu saat saya akan membalasnya.
Posting Komentar