Rabu, September 17, 2008

Makan Uang Zakat, KAKI MEMBESAR HINGGA MENINGGAL

“Sebagai sosok kiayi, sebenarnya ia sangat disegani. Di samping ilmu agamanya yang mendalam, ia juga pandai berpidato. Tidak sedikit orang yang terkesima dengan gaya narasinya saat di panggung. Makanya, ia banyak jamaahnya. Sayangnya, ia punya watak jelek yaitu suka makan uang zakat yang sebenarnya diperuntukkan untuk orang yang berhak menerimanya.”

Imran tak habis pikir memikirkan kiayi yang disegani di kampungnya itu. Masalahnya, pak kiayi itu sangat mengerti agama. Tetapi, mengapa ia justru melanggar aturan agama? Jika mengingat-ingatnya terus, sebagai tetangganya pun Imran kadang miris hatinya atas ulah pak kiayi tersebut.

Kepada Hidayah, Imran pun bercerita blak-blakan perihal pak kiayi yang dikenal dengan nama KH. Jazuli tersebut berikut akibat jelek yang ditimbulkan karena ulahnya sendiri yaitu di akhir hidupnya ia diterpa penyakit aneh di mana dokter memvonisnya seperti tidak berpenyakit. Tetapi, dengan penyakit itu justru ia kemudian meregang nyawa. Atas saran saksi, nama dan tempat peristiwa pun sengaja kami samarkan demi menjaga muru’ah (kehormatan) keluarganya.

Kiai dengan Segudang Ilmu
Siapa yang berani menjamin bahwa seorang kiayi tidak luput dari perbuatan dosa? Sebab, ia pun seorang manusia yang diberikan hawa nafsu. Ketika nafsu sudah menguasai hati dan pikiran, maka citra baik yang kita sandang pun sudah tidak artinya lagi.

Begitu juga dengan KH. Jazuli. Sebagai seorang manusia, sebenarnya ia merupakan pribadi yang luar biasa. Ia adalah lulusan pesantren dari salah satu pesantren di Jawa. Dengan bekal jadi santri bertahun-tahun, bidang ilmu agama pun banyak dikuasainya seperti tafsir, fikih, ushul fikih, tauhid, syariah, dan sebagainya.

Saat kembali ke kampung dan mengabdikan dirinya di tengah-tengah masyarakat orang-orang pun tak menyangsikan lagi bahwa ia pasti terpakai ilmunya. Kenyataannya memang benar. Begitu terjun di masyarakat, ia langsung disambut oleh masyarakat. Apalagi, ia memang aktif di tajug (mushala) dan masjid untuk memberikan ceramah agama dan pengajian kitab kuning.
Kiprah pak kiayi pun makin lama kian disegani oleh masyarakat. Banyak jamaah yang hadir dalam pengajian dan ceramahnya. Dengan kelihaiannya berpidato di atas panggung, semakin menambah nilai plusnya sebagai seorang kiayi. Para jamaah seperti terhipnotis oleh nasehat-nasehat religinya.

Praktis KH. Jazuli pun seperti menjadi kiayi tunggal di kampung x. Meski banyak kiayi-kiayi lainnya tetapi ketokohan KH. Jazuli membuatnya begitu tampak menonjol di antara mereka. Ia menjadi Ketua DKM (Dewan Kesejahteraan Masjid) di kampungnya.

“Sebagai orang awam dan tetangganya, saya pun salut pada pak kiayi Jazuli. Ia pandai dalam ilmu agama dan lihai dalam berpidato. Banyak orang yang terkesima dengan nasehat-nasehatnya saat ia berbicara di panggung,” ujar Imran yang merupakan tetangga pak kiayi Jazuli.

Imran tidak salah menilai KH. Jazuli. Kenyataannya memang demikian. Ia ahli berbagai ilmu agama dan orator yang ulung. Suaranya yang ngebas dan bertenaga, menjadi daya pikatnya untuk merebut hati jamaah untuk fokus mendengarkan ceramah-ceramahnya. Karena itu, ia pun diminati oleh salah satu partai politik tertentu untuk jadi Ketua DPC (Dewan Pimpinan Cabang).

Sebagai Ketua DPC, KH. Jazuli banyak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis. Dengan kelihaiannya dalam berpidato, ia pun mampu menarik orang untuk mengikuti partai politik yang diikutinya. “Partai politik yang diusungnya, menang terus dalam setiap pemilu,” ujar Imran yang juga akhirnya memilih partai politik yang diusung Pak Kiayi Jazuli karena ceramah-ceramahnya yang memesona.

Bertahun-tahun KH. Jazuli dipercaya mengetuai salah satu partai politik tertentu, selama itu pula partai politik yang diusungnya selalu menang. Entahlah, apakah memang kultur di kampung x dan sekitarnya sudah tergoda dengan partai politik itu sejak dulu. Yang jelas, peran KH. Jazuli dalam memenangkan partai yang satu itu sangat besar. “Hingga Ketua Partai Politik Pusat pernah datang ke wilayahnya dan sengaja bertemu dengan pak kiayi Jazuli,” ujar Imran.
Sebagai tetangganya, Imran menyadari betapa besarnya pengaruh KH. Jazuli bagi warga kampung x, hingga ia selalu dipercaya menangani urusan-urusan keagamaan yang berlangsung di kampungnya tersebut.

Mengurus Uang Zakat
Salah satu urusan keagamaan yang dipercaya warga untuk diurus KH. Jazuli adalah mengurus uang zakat. Bila ada orang kaya dan budiman hendak berzakat di kampung x, maka KH. Jazuli yang mengurusnya. Oleh pak kiayi, ia membagi-bagikan sendiri uang itu kepada yang berhak menerimanya, terutama kaum fakir miskin dan kaum dhuafa.

Di awal, pak kiayi sangat amanah menjalankan tugas tersebut. “Tetapi, lambat laun ia menyalahgunakannya,” ujar Imran. Tetapi, sejauh itu masyarakat belum menaruh curiga kepada pak kiayi. Sebab, hanya sedikit orang yang tahu seberapa besar uang zakat yang didapatkan KH. Jazuli dan seberapa besar pula ia harus mengeluarkannya kecuali pak kiayi sendiri dengan sang dermawan.

Suatu kali ada seorang dermawan menemui KH. Jazuli dan ia menyerahkan uang zakatnya untuk dikelola pak kiayi sebesar 2.500.000,-. Terserah pak kiayi, uang sebesar itu mau diserahkan kepada berapa kaum dhu’afa dan fakir miskin. Pada prakteknya, ternyata pak kiayi hanya memberikan uang sebesar 30.000 kepada 50 orang kaum dhu’afa dan fakir miskin. Jadi, ia mendefisitkan 20.000 per kepala. Awalnya, hal ini tidak diketahui warga, tapi lambat laun pasti akan tercium juga. “Orang ‘kan suatu saat pasti tahu,” ujar Imran.

Satu hal lagi. Di kampung x kebetulan ada semacam BAZIS (Badan Amil Zakat) yang kantornya numpang di masjid yang DKM-nya diketuai oleh KH. Jazuli. Bagi warga kampung x dan sekitarnya yang ingin berzakat bisa disalurkan ke lembaga ini. Sebagai ketua, KH. Jazuli memang pandai memotivasi orang dalam setiap ceramahnya untuk berlomba-lomba bersedekah di jalan Allah. Tidak sedikit orang yang memercayakan lembaga zakat yang juga dikelola pak kiayi Jazuli ini untuk menyalurkannya.

“Di tangan KH. Jazuli lembaga zakat di kampung kami memang berjalan lancar dan berkembang sangat baik. Dana yang dikumpulkan lembaga ini setiap tahunnya selalu mencapai target,” ujar Imran.

Imran pun mengaku kagum atas kinerja KH. Jazuli dalam hal ini. Tetapi, ia sangat menyayangkan karena masih banyak warga di kampungnya yang miskin tidak mendapat jatah. Bahkan, jatah yang mereka dapatkan tidak sebesar yang seharusnya. “Semua orang sebenarnya sudah tahu. Tetapi, mereka tidak berani menegur pak kiayi karena ketokohannya di kampung,” ujar Imran. Warga kampung x hanya bisa berbisik-bisik ke sana kemari membicarakan masalah KH. Jazuli untuk urusan yang satu ini.

Dalam hal pembagian uang zakat dari BAZIS ini KH. Jazuli bekerja sama dengan bendahara. Laporan-laporan yang tertulis di buku selalu fiktif dengan kenyataan di lapangan. “Mungkin sebenarnya uang itu masuk ke kantongnya sendiri, tidak dizakatkan kepada yang berhak menerimanya,” ujar Imran yang kadang tampak kesal dengan pak kiayi Jazuli. Akhirnya, uang zakat pun tidak sedikit yang lenyap entah ke mana. Menurut Imran, hal ini terus berlangsung bertahun-tahun selama DKM masjid dan BAZIS diketuai oleh KH. Jazuli.

Penyakit Aneh
Suatu kali KH. Jazuli jatuh sakit. Oleh keluarganya, pak kiayi diduga mengidap penyakit demam biasa. Ia pun hanya terbaring di atas ranjang berkainkan sarung selama beberapa hari. “Tetapi, anehnya penyakit pak kiayi tidak sembuh-sembuh hampir seminggu,” ujar Imran.

Oleh keluarganya, KH. Jazuli pernah dibawa ke rumah sakit untuk diobati. Dokter pun telah memberikan resepnya sesuai diagnosa. Tetapi, selama seminggu lebih penyakit yang diderita pak kiayi tidak kunjung sembuh. “Bahkan, keanehan mulai muncul pada bagian kaki kirinya,” ujar Imran.

Menurut Imran, kaki kiri kiayi haji Jazuli membengkak. Anehnya, hanya kaki kiri sedang kaki kanannya tidak. Semakin lama pembengkakan kaki kiri pak kiayi semakin membesar. Hal ini membuat keluarganya dirundung keanehan. Mereka pun menduga-duga, jangan-jangan pak kiayi menderita penyakit diabetes atau yang lainnya?

Pak kiayi pun dibawa kembali ke dokter. Tetapi, oleh dokter derita yang dialami oleh pak kiayi bukan merupakan penyakit medis. Artinya, penyakit itu tidak ada penyebabnya secara jelas. Tidak ada satu indikasi pun yang mengarah kepada penyakit diabetes atau penyakit lainnya. “Saya pun sebagai tetangganya, merasa aneh dengan penyakit pak kiayi tersebut,” ujar Imran.
Berbagai dokter telah menangani penyakit pak kiayi, tetapi sejauh itu pula mereka berkesimpulan bahwa penyakit yang dialami pak kiayi sebenarnya bukanlah penyakit medis. Bagi dokter sendiri, ini adalah penyakit yang aneh. Akhirnya, KH. Jazuli pun dirawat di rumah saja.

Berbulan-bulan pak kiayi Jazuli menderita penyakit yang tidak bisa ditebak asal muasal dan penyebabnya itu. Karena itu pula, penyakitnya tak bisa disembuhkan. Yang dirasakan, kaki kiri pak kiayi semakin besar. “Gedenya seperti sebesar tiang listrik atau sebesar paha orang berbadan gemuk 200 kg,” ujar Imran. Padahal, tubuh pak kiayi tidaklah terlalu besar. Badannya pun ramping. Jadi, penyakit yang diderita pak kiayi memang tidak normal, di luar nalar manusia.

Setelah hampir setahun bergelut dengan penyakit, akhirnya pak kiayi Jazuli tak kuasa melawan takdir kematian yang telah digariskan Tuhan. Ia pun meregang nyawa dengan kondisi yang memprihatinkan. Beberapa orang pun mulai berkomentar negatif mengiringi kematiannya. Apalagi, setelah ditemukan beberapa keanehan lain saat dirinya hendak dimakamkan.

Kain Kafan yang Kurang
Isak tangis keluarga mengiringi kematian KH. Jazuli yang kesohor. Meski mereka sudah mengikhlaskannya pergi ke alam baka, hal itu tetap saja tidak menutupi kesedihan mereka ditinggal orang yang disayanginya. Ini adalah hal yang alami sama seperti kita kehilangan barang penting yang kita miliki, pasti sedih yang kita rasakan. Tetapi, meratapi selamanya pun tidak ada gunanya karena jenazah pak kiayi sudah kaku dan tidak akan bisa hidup kembali meski bagaimana pun. Lagi pula, meratapi kepergiannya yang berlarut-larut sama saja dengan memberikan hal yang tidak baik kepada almarhum. Sebab, Nabi sangat melarang dalam hal ini.
Jenazah pak kiayi lalu segera dimandikan dan dishalatkan. Keanehan kemudian muncul saat almarhum dikafani. Ukuran kafan yang sudah dipesan dan dibelinya ternyata tidak muat. “Padahal, ukurannya sudah ditentukan. Ini aneh memang,” ujar Imran.

Kesukaran muncul saat melipat bagian kaki kirinya yang besar dengan kain kafan (mori) itu. Mungkinkah, kaki kiri almarhum kian membesar meski sudah meninggal! Semua orang tidak ada yang bisa memastikan. Yang jelas, setelah itu pihak keluarga menyuruh orang lagi untuk membeli kain kafan baru yang ukurannya lebih besar dari sebelumnya.

Orang itu pun pergi membeli kain kafan baru dan tidak lama kemudian kembali lagi. Kain kafan yang baru itu pun disematkan kembali ke tubuh almarhum. Awalnya, berjalan lancar. Tetapi, saat bagian menutup kaki kirinya, kain kafannya tetap tidak mencukupi. Semua yang hadir pun semakin dibuat tidak mengerti. Pihak keluarga sampai sempat murka pada orang yang disuruh karena disangka tidak becus membeli kain kafan sesuai yang dipesankannya. “Padahal, kain kafan yang baru itu ukurannya sedikit lebar dari kain kafan sebelumnya. Logikanya, ia bisa muat untuk membungkus tubuh almarhum,” ujar Imran.

Dari sini orang mulai ramai-ramai berbisik. Jangan-jangan, ini adalah persoalan gaib sehubungan dengan perbuatan almarhum sewaktu hidupnya. Artinya, Allah hendak memperlihatkan kepada orang yang hadir saat itu dan kita semua bahwa perbuatan jahat pasti mendapat balasannya dari Tuhan. “Saat itu banyak orang yang yakin, termasuk saya sendiri, bahwa itu pasti ada campur tangan Tuhan. Ia seperti itu karena perbuatannya sendiri,” ujar Imran yang masih merinding jika mengingat kejadian itu.

Meski bagaimana pun jenazah harus tetap dikafani untuk segera dikuburkan. Akhirnya, keputusan pun dibuat cepat. Kekurangan kain kafan baru untuk menutupi kaki kiri almarhum yang besar akhirnya ditutupi oleh kain kain kafan yang lama dengan cara dijahit. Setelah itu, baru tubuh almarhum sudah bisa dibungkus oleh kain kafan seutuhnya, meski sebagian ada tambalannya.

Papan Jenazah Tidak Muat
Jenazah KH. Jazuli lalu diusung pakai tandu ke kuburan. Cukup banyak orang yang mengiringi kepergiannya ke alam baka tersebut. Meski bagaimana pun pak kiayi adalah sosok terpandang di kampung x. Banyak orang yang telah mendapatkan siraman rohaninya terutama saat hari-hari besar Islam tiba, almarhum tampil menjadi penceramah tunggal.

Tidak ada keanehan saat di perjalanan. Segalanya berjalan seperti biasanya dan sesuai rencana. Almarhum akhirnya sampai di tempat pemakaman dalam waktu tidak lebih dari setengah jam. Sementara itu lubang yang diperuntukkan untuk almarhum sudah disiapkan. Di kanan kiri lubang itu tampak tanah-tanah menggunduk. Sementara itu orang-orang sudah berdiri berjejer mengitari kuburan.

Tiga orang lalu turun ke bawah. Sementara yang lainnya segera mengangkat tubuh almarhum untuk dimasukkan ke liang lahad. Jenazah almarhum segera berpindah tangan ke tiga orang yang ada di bawah. Almarhum lalu dimasukkan ke liang lahad dan diposisikan pada tempat yang semestinya. Setelah diletakkan, jenazah baru ditutup pakai papan.

Pertama kali bagian kepala yang ditutupi papan, perlahan-lahan ke leher, badan dan kaki. Saat menutup bagian kaki jenazah, papan tampak tidak muat alias tidak pas. Papan terpasang secara menganga dan tidak menempel ke tanah. Keadaan ini membuat orang-orang tidak percaya. Mereka tidak percaya hal ini akan terjadi. Meski bagaimana pun, papan itu harus menyentuh bagian tanah di bawah dan tanah di atas sehingga bisa secara kuat menutup seluruh tubuh jenazah.

Akhirnya, papan dipaksa ditekan pakai kaki. Beberapa saat kemudian terdengar seperti ada suara berbunyi, “Kraaakkk!!! Sepertinya, ada bagian kaki almarhum yang patah setelah papan yang menutupinya diinjak pakai kaki. Oleh keluarganya, hal itu dibiarkan saja. Yang penting, papan-papan itu bisa menutupi seluruh tubuh almarhum dari kepala hingga kaki. Keluarga hanya bisa meratapi sedih atas kejadian-kejadian aneh yang menimpa almarhum mulai dari kafan yang tidak cukup hingga papan yang tidak muat.

Setelah jenazah ditutupi papan barulah ditambal oleh tanah-tanah liat (lempung) untuk merekatkan papan-papan semakin kuat agar binatang tanah tidak masuk dan menggerayangi tubuh kaku almarhum. Setelah itu barulah liang lahad itu diurug (ditutup) dengan tanah. Dalam waktu singkat, jenazah almarhum kiayi Jazuli sudah tak tampak lagi. Yang ada hanya gundukan-gundukan tanah yang sudah menjadi pelindung almarhum dari sengatan sinar matahari atau hawa sejuk di malam hari.

Usai seorang modin memberikan talqin dan membaca doa, akhirnya penguburan jenazah almarhum pun selesai juga sore itu. Sekembalinya dari prosesi pemakaman, tidak sedikit warga yang membicarakan kejadian-kejadian aneh yang mengiringi kematian almarhum. Tidak sedikit yang beranggapan, mungkinkah hal-hal aneh itu merupakan peringatan keras dari Tuhan atas perbuatan almarhum sewaktu hidupnya! Padahal ia seorang kiayi kesohor, mungkinkah hal-hal aneh itu merupakan salah satu bentuk siksaan dunia yang ditimpakan kepadanya.

Sejuta pertanyaan menghinggap di benak para pelayat dan saksi yang melihat kejadian aneh itu. Namun, dari semua itu, yang patut dicatat di sini adalah bahwa kepandaian seseorang dalam hal ilmu agama tidak menjamin ia bisa masuk surga begitu saja. Sebaliknya, orang yang bodoh sekalipun tidak bisa kita mengklaim bahwa ia akan masuk neraka. Semuanya tergantung amal kebaikan yang kita perbuat. Di sinilah peran ibadah dan amal baik itu lebih utama dibandingkan sekedar derajat keilmuwan yang kita miliki. Meski orang yang berilmu dan berakhlak mulia itu jauh lebih mulia derajatnya. Tetapi, dalam kasus pak kiayi Jazuli tersebut, bisa jadi orang miskin dan papa yang rajin beribadah dan berakhlak mulia justru jauh lebih mulia. Karena itu, pandai-pandailah kita beribadah kepada Allah dan berakhlak mulia pada sesama makhluk ciptaan Allah. Amien. (Eep Khunaefi/dimuat Hidayah edisi 87)

Tidak ada komentar: