Rabu, September 03, 2008

Papan Baru Ditutup JENAZAH SUDAH DISEMUTIN

“Aku tahu bahwa ia jahat selama hidupnya. Tapi, aku tidak menyangka jika ia meninggal dengan begitu mengenaskan. Ini benar-benar di luar nalar manusia. Ternyata siksa Tuhan itu benar-benar nyata. Semoga hal ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, terutama keluarga yang ditinggalkan.”

Demikian pengakuan Karim pada Hidayah dengan terkesima atas kematian tetangganya yang bernama Guntur. Betapa tidak, Guntur sebenarnya seorang lelaki biasa. Tetapi, ia mengakui bahwa tetangganya itu memang punya “hati iblis”. Bayangkan saja, seekor semut yang tidak seberapa cepat jalannya dan makhluk lemah, selalu ia bunuh. Tak perduli, apakah semut itu mengganggunya ataukah tidak. Baginya, semut adalah binatang menjijikkan yang harus dibasmi dari muka bumi.

“Sebagai tetangga, aku pernah mengingatkannya agar jangan menyakiti binatang peliharaan Allah, apalagi semacam semut. Tetapi, ia tak pernah memperdulikannya,” ujar Karim.

Kini, setelah tetangganya itu meninggal dengan kondisi mengenaskan yaitu seluruh tubuhnya disemutin, barulah ia sadar bahwa semua ini akibat ulah yang diperbuatnya saat masih hidup yaitu suka membunuh semut. Kepada Hidayah, Karim pun bicara blak-blakan seputar kisah Guntur sewaktu hidupnya.

Penjual Mainan Anak-anak
Sebagai sosok suami dari Saidah dan bapak dari Asep, Guntur sebenarnya adalah laki-laki yang bertanggung jawab. Ia berdagang mainan anak-anak yang dijajaginya dengan naik sepeda keliling. Meski pedagang kecil, tetapi jika sehari bisa terjual 10 saja dari mainan anak-anak itu, keuntungan yang diraih Guntur cukup besar. Atas dasar inilah, ia terus melakoni profesi ini selama bertahun-tahun.

Sebagai istri, Saidah sendiri menyadari akan hal itu. Yaitu, suaminya adalah sosok yang bertanggung jawab. Meski profesi itu susah dilakoninya, sang suami tetap “kerasan” dengannya. Dari sisi inilah, ia menilai Guntur adalah seorang lelaki yang hebat dan luar biasa.

Saidah boleh saja berbangga hati pada Guntur karena keuletannya bekerja, tapi ia lupa pada satu hal. Guntur suka membunuh semut di mana saja ia temui. Entahlah, ia punya sindrom apa terhadap binatang yang satu ini. Yang jelas, kata Karim, Guntur pernah disengat semut saat ia sedang asyik-asyiknya tidur. Sejak itulah, ia dendam pada semut.

“Yang saya tahu, ia lagi enak-enaknya tidur, belum lama ia terkantuk, ada semut yang menyengatnya. Ia terbangun dan langsung membunuh semut itu. Akibat sengatan semut itu, ia tidak bisa tidur lagi malam itu. Mungkin karena itulah, ia jadi pendendam pada semut,” ujar Karim.

Tidak masuk akal memang, gara-gara disengat semut ia harus menjadi pendendam pada binatang ini. Toh, yang salah satu semut, kenapa semut-semut yang lain yang menjadi korban. Ibarat kata awalnya kita hanya membenci satu orang, tetapi berubah menjadi benci pada semua orang. Tentu saja, tidak boleh. Jika ia tetap melakukannya, maka orang itu dianggap “gila”.
Begitulah Karim, di mata Saidah ia sosok yang bertanggung jawab, tapi belum tentu di mata Allah karena ia suka membunuh binatang yang semestinya kita pelihara.

Karim pernah punya pengalaman menjijikkan dengan Guntur di suatu waktu. Saat mereka duduk di bawah pohon kelapa lewat beberapa ekor semut di depannya sambil menarik-narik makanan yang sebenarnya ukurannya lebih besar dari tubuh mereka. Sepontanitas Guntur menginjakkan kaki kanannya ke semut-semut itu hingga mereka mati seketika. “Aku menegurnya langsung saat itu. Tapi, ia malah bangga dengan perbuatannya,” ujar Karim.

Begitulah setiap kali Guntur melihat semut. Bahkan, dengan bangga dan emosinya, ia sambil berkata, “Rasain lu binatang!” “Kurang ajar lu binatang” “Mampus lu binatang!” dan sumpah serapah lainnya.

Melihat postur tubuhnya yang besar dan kekar, tidak sepantasnya Guntur melakukan hal yang dilarang Allah tersebut. Mestinya ia memanfaatkan keberaniannya itu untuk melawan penjahat yang sering mangkal di lampu-lampu merah atau di tempat-tempat lain. Apalagi, ia berewok yang semakin mengesankan kalau dirinya merupakan sosok yang gagah. Maka, sepantasnya ia gunakan segala kelebihan itu untuk menangkap para penjahat. Tetapi, di balik postur tubuhnya yang gagah tersebut, ternyata ia bernyali kecil karena beraninya sama semut.

Meski bagaimana pun binatang tetap harus kita lindungi. Bukankah ada suatu kisah di zaman dulu di mana seorang pelacur masuk surga hanya karena ia memberikan minuman pada seekor anjing yang kehausan, padahal ia sendiri sedang mengalami hal yang sama. Ini artinya, bahwa binatang juga bisa menjadi jaminan kita masuk surga ataukah tidak. Meski kita setaat apapun pada Allah, tetapi kita punya hati jahat dengan suka membunuh binatang yang dilarang Allah untuk membunuhnya, maka ibadah kita akan sia-sia saja. Di sinilah saling keterkaitan hidup kita ini.

Tetapi, Guntur sangat lupa akan hal ini. Apalagi, ia juga orangnya jarang shalat. “Aku melihatnya jarang sekali shalat. Ia selalu punya alasan untuk tidak mengerjakannya. Yah belum dapat hidayah lah. Yah masih muda lah dan semacamnya,” ujar Karim.

Guntur tidak sadar bahwa usianya telah menginjak 40 tahun. Usia di mana seseorang telah memasuki separuh dari perjalanan hidupnya di dunia, jika kita bersandar pada usia Nabi Muhammad yaitu 60 tahun. Seharusnya ia lebih mempersiapkan dirinya untuk bertaubat pada Allah. Meski, kita tak pernah tahu kapan ajal itu tiba, tetapi saat usia kita telah 40-an, mestinya harus sadar bahwa kematian sebentar lagi merenggut kita.

Guntur sama sekali tak perduli dengan usianya saat itu, yang sudah 40-an tahun. “Aku malah sering mendengar dari dia kalau ia masih muda dan masih gagah. Nanti saja usianya kalau sudah 60 tahun baru bertaubat,” ujar Karim.

Ternyata ajal Guntur di luar dari perkiraannya sendiri. Di usia itulah ia justru meregang nyawa, jauh dari prediksinya yaitu melampaui usia 60 tahun. Ia meninggal karena terbunuh dalam suatu perkelahian. Saat nonton panggung hiburan dangdut di kampungnya, dalam keadaan mabuk ia bersenggolan dengan seorang jagoan ketika sedang berjoget. Sang jagoan murka dan memukulinya. Guntur melawannya dengan menangkis serangan-serangannya. Tetapi, sang jagoan mengeluarkan belati dari balik bajunya dan menancapkannya ke dada Guntur. Seketika itu juga Guntur meninggal. Sang jagoan sendiri akhirnya tertangkap dan masuk sel selama beberapa tahun.

Kematian Guntur menggegerkan warga. Apalagi bagi Saidah dan anak semata wayangnya, mereka menangis histeris melihat tubuh orang yang disayanginya meregang nyawa dengan belati tertancap di dadanya. Mungkin di pikiran Saidah, siapa lagi yang kelak menghidupi dirinya dan anak satu-satunya! Siapa lagi dan siapa lagi?

Jenazah yang Berat
Jenazah Guntur lalu ditandu untuk dikuburkan setelah sebelumnya dimandikan, dikafani dan dishalatkan. Dengan tubuh gempal dan rambut sebahu, berat Guntur sebenarnya hanya 60 kilo. Logikanya, jika dibopong (diangkat) dengan empat penandu kurung batang, maka dengan mudahnya mereka bisa melakukannya. Tetapi apa yang terjadi? “Tubuhnya berat sekali diangkat seperti beban 120 kilo,” ujar Karim.

Berat tubuh Guntur menjadi dua kali lipat dari berat yang sebenarnya. Mungkinkah ini karena dosa-dosanya yang membuat tubuhnya menjadi lebih berat! Ataukah karena faktor lain. Sebagian orang banyak yang menyangka demikian, meski sebagian lain tidak mempercayainya terutama dari kalangan keluarganya sendiri.

Meski berat, jenazah Guntur harus segera dibawa ke kuburan. Pagi hari, sekitar jam 10.00 WIB, jenazah almarhum pun dibawa ke kuburan. Empat penandu jenazah bertubuh besar dan kekar membawa tubuh almarhum. Gema dzikir mengiringi keberangkatan mereka ke kuburan.

Di tengah jalan keanehan kembali terjadi. Tandu jenazah seperti ada yang menarik ulur, sehingga orang yang di depan merasa orang belakang menarik tandu itu. Sedang orang di belakang tidak merasa melakukannya. Akhirnya mereka satu satu sama lain saling menuduh.
Tetapi, teka-teki itu kemudian terjawab kalau semua ini merupakan suatu peristiwa di luar nalar mereka. Artinya, yang membuat jenazah Guntur seolah ada yang menarik ke belakang lalu ke depan sebenarnya adalah sesuatu yang gaib yaitu dosa almarhum sendiri.

Empat penandu jenazah bermandikan peluh. Mereka benar-benar dibuat tersiksa oleh almarhum. Belum lagi di dalam kubur, di dunia saja sudah diperlihatkan oleh Allah kesukaran jenazah ini. Subhanallah!

“Saat aku melihat tubuh Guntur diangkat berat aku terkesima. Aku semakin tidak percaya lagi ketika tubuhnya seperti ada yang menarik ke depan dan ke belakang saat di tandu. Wah, ini benar-benar di luar nalar manusia,” ujar Karim yang hingga kini masih merinding jika mengingat kejadian itu.

Saking beratnya, mereka pun seperti tertatih-tatih membawa jenazah Guntur. “Lama sekali sampainya, Mas,” ujar Karim pada Hidayah. Seyogyanya, jenazah bisa sampai di kuburan sekitar setengah jam, tapi kali itu mereka harus membutuhkan satu jam lebih untuk bisa membawa jenazah Guntur ke pemakaman. Ini benar-benar tak masuk akal.

Makai sampailah iring-iringan jenazah Guntur di kuburan. Sanak keluarga berkumpul di sekitar tanah gundukan yang di sampingnya ada lubang besar dan panjang, tempat kelak tubuh almarhum dimasukkan. Sementara yang lainnya berdiri merapat di belakang mereka.

Tiga orang lalu turun ke bawah. Sejurus kemudian tubuh kaku Guntur diangkat dan dimasukkan ke liang lahad. Seiring dengan itu, tampak wajah Saidah tak kuasa menahan derai air mata. Ia masih tidak percaya jika suaminya meninggal dalam usia yang masih muda dan dalam kondisi mengenaskan lagi yaitu terbunuh dalam suatu perkelahian dengan pemuda berandalan di sebuah pesta dangdut.

Papan Patah, Tubuh Disemutin
Usai jenazah Guntur ditaruh dengan posisi miring, mereka menutupinya dengan papan-papan. Satu persatu papan-papan itu menutupi tubuhnya dari mulai kaki hingga kepala. Tetapi, papan terakhir yang menutupi bagian kepala ternyata ukurannya tidak pas.

Salah seorang anak almarhum yang kebetulan turun ke bawah yang masih duduk di SMP kemudian mengepaskannya dengan menekan-nekan papan itu. Karena tetap tidak muat, akhirnya sang anak itu terpaksa menekannya sekuat tenaga. Tanpa disadarinya, papan itu patah. Tangan sang anak pun masuk ke dalam.

Ketika ditarik kembali, tangan sang anak sudah dikerubutin semut. Betapa kagetnya ia! Secepat kilat ia membersihkan tangannya yang bersemut itu dengan tangannya. Kejadian ini pun membuat orang-orang sekitar terkesima. Bagaimana tidak, baru saja jenazah Guntur ditutupi papan, tapi kejadian aneh ini sudah muncul?

Pak kiayi yang kebetulan hadir saat itu memerintahkan orang-orang yang di bawah segera menarik atau membuka kembali papan-papan yang menutupi seluruh tubuh almarhum. Setelah itu mereka diperkenankan naik dulu ke atas. Ia dan juga orang-orang penasaran sebenarnya apa yang sedang terjadi. Setelah dibuka papan-papan itu, maka tampaklah jelas kebesaran Allah, ternyata tubuh almarhum sudah dikeroyok oleh semut-semut yang menjijikkan mulai dari kaki hingga kepala. Padahal, belum saja satu jam tubuh almarhum berada di kuburan, bahkan masih dalam hitungan menit.

Fenomena aneh ini pun tentu saja membuat sanak keluarga almarhum menangis histeris. “Duh gusti, kenapa Engkau timpakan siksaan seberat ini pada suamiku!” jerit Saidah sambil menengok ke bawah yakni ke arah jenazah suaminya. Pak kiayi segera menepuk-nepuk punggung Saidah untuk bersabar. Tak ketinggalan, Asep, anak almarhum yang ikut langsung menguburkan jenazah bapaknya pun ikut menangis.

Pak kiayi lalu memerintahkan orang-orang yang hadir untuk berdoa kepada Allah agar segera melenyapkan semut-semut itu dari tubuh almarhum. Tetapi, semut-semut itu tak juga kunjung hilang, bahkan semakin menggerinyet menunggangi tubuh almarhum. Sementara itu keadaan semakin gelap karena sore hari.

Akhirnya pak kiayi pun memberikan keputusan di luar dugaan. Ia memerintahkan orang-orang turun kembali ke bawah untuk segera mengangkat tubuh almarhum lalu dibersihkan. Tiga orang turun dan segera mengangkat tubuh almarhum ke atas. Setelah itu, tubuh almarhum dibersihkan dari semut-semut yang menjijikkan dengan cara dikibas-kibas pakai kerudung dan ranting yang berdaun. Seizin Allah, semut-semut itu pun pergi meninggalkan tubuh almarhum.

Setelah itu, tubuh almarhum dimasukkan kembali ke liang lahad. Papan-papan yang tadi diangkat pun ditaruh kembali. Sementara untuk mengganti papan yang patah, dicari kayu seadanya di sekitar kuburan. Yang penting, bisa menutupi seluruh tubuh almarhum. Setelah itu, tidak ada lagi kejadian yang aneh.

Mereka pun pulang ke rumah masing-masing menjelang maghrib. Seketika berita ini menjadi perbincangan banyak orang. Sementara keluarga almarhum masih diliputi duka yang mendalam. Untuk beberapa saat, mereka tidak berani menampakkan mukanya di luar karena malu. Tetapi, di sisi lain, Ibu Saidah dan sanak keluarga yang lain tiba-tiba menjadi insaf. Beberapa saksi melihat Ibu Saidah mulai rajin menjalankan ibadah shalatnya di rumah, tak seperti sebelumnya.

Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Begitu juga, segala perbuatan pasti ada akibatnya. Guntur yang sewaktu hidupnya suka membunuh semut dengan sengaja akhirnya diperlihatkan oleh Allah saat kematiannya yaitu tubuhnya dikerubungi semut dalam beberapa menit setelah peletakkan jenazahnya di kuburan. Ini sebuah kejadian dahsyat yang tidak bisa dicerna oleh akal, selain kita mengimani bahwa segala perbuatan baik atau buruk itu pasti ada balasannya, langsung atau ditunda di kemudian hari.

Karena itu, pandai-pandailah kita menyayangi sesama termasuk binatang sekalipun. Sebab, mereka pun punya hak hidup seperti kita. Jadi, janganlah kita ganggu ketenteraman hidup makhluk lain, apalagi sampai membunuhnya kecuali yang diizinkan oleh Allah. Wallahu a’lam bil shawab. (Eep Khunaefi/di Hidayah edisi 86 cerita ini dijadikan Cerita Cover)