Senja merayapi kampung Pabuaran Desa Ciangsana. Seorang anak kecil usia 13 tahun meratap sedih. Ia ingat bapaknya yang sudah lama tidak menjenguknya dan mengasihnya uang. Sekonyong-konyong, ia pun mengsms bapaknya, “Bah, Adi minta uang.” Sudah lama Adi tidak dikasih uang. Sejak bapaknya menikah kembali, perhatian laki-laki itu memang terbagi. Seolah Adi sudah tidak diperhatikan lagi. Padahal, ia adalah anak satu-satunya yang belum menikah. Kakaknya, Asma, sudah menikah dua tahun yang lalu dan belum dikaruniai anak.
Abah kemudian menjawab, “Di, sekarang lagi gak ada duit. Abah dapat duit juga dari Endah.” Tentu, jawaban yang tak diinginkan oleh Adi. Menurut pengakuannya, sehari-hari sendiri Abah dapat uang dari istrinya, yang penghasilannya tiga kali lipat.
Belum lagi Adi menjawab, bapaknya mengsms kembali, “Jangan macem-macem minta duit. Kalau berani ke rumah entar dikasih banyak. Kalau mau motor bawa aja.” Aneh, kan! Seorang bapak mengsms anak kandunganya sendiri yang masih kecil dengan kata-kata mengancam. Ini menunjukkan bapaknya memiliki karakter yang buruk. Ia tidak sadar bahasa mana yang selayaknya digunakan untuk anak dan bukan anak.
Tetapi, Adi tak mengindahkan sms bapaknya yang demikian pedas itu. Baginya, ia terbiasa mendengar sms-sms bapaknya yang kasar. Sejak ia menikah kembali memang perangainya sangat jauh berbeda. Bahkan, konon, kehidupan barunya yang dijalin bersama istri muda dan anak tirinya juga berjalan tidak harmonis. Mereka kerap berantem. Abah yang tidak tahu diri dan Endah yang goblok karena terpenjara oleh cintanya kepada Abah.
Aku mengetahui sms Adi dan bapaknya itu setelah kupulang dari kantor jam 16.00 WIB. Saat itu kulihat Adi sedang main PS dan ia berkata jujur padaku bahwa beberapa jam yang lalu bapaknya mengsms demikian.
Sebagai menantu, aku miris dibuatnya. Ia telah menyakiti hatiku. Ia juga menyakiti anak-anak kandungnya sendiri. Padahal, kematian istrinya atau ibu Adi bersamaan dengan dirinya saat naik motor. Artinya, Abah punya andil atas kematian Ibu Adi karena kecerobohannya, meski kematian itu merupakan salah satu dari bentuk-bentuk takdir Tuhan.
Maghrib sebentar lagi tiba. Kukatakan pada Adi, “Di, gak usah dipikirin bapakmu. Kalau butuh apa-apa minta saja sama Om.”
“Ya, Om.”
Adi menyelesaikan main gamenya dan tak lama kemudian suara adzan Maghrib pun bergema dari televisi swasta. Kami semua pergi ke belakang untuk mengambil wudhu.
@@@
Habis shalat Maghrib aku tertidur. Dua hari kerja rodi menyelesaikan proyek membuat badanku letih. Apalagi, siangnya dari jam 13.00 WIB hingga jam 14.30 aku bermain bilyard di Fantasy Centra Park, Kota Wisata bersama kedua temanku. Jadi, aku benar-benar kelelahan.
Dua jam kemudian aku terjaga. Aku menyuruh istriku untuk membuatkan kopi ABC, minuman yang sejak setahun terakhir menjadi favoritku menggantikan Nescape. Sambil menunggu kopi datang aku pergi ke kamar mandi untuk menyuci muka, menyikat gigi dan berwudhu untuk menunaikan shalat Isya.
Saat keluar dari kamar mandi aku melihat istri berjalan sambil membawa secangkir kopi. “Mas, ini kopinya!”
“Taruh aja di meja!” ujarku sambil berjalan menuju sajadah yang terhampar di keramik kamar kerjaku.
Usai shalat Isya aku pergi menuju meja ruang tamu dan kuraih kopi yang sedari tadi ada di sana. Kuseruput perlahan-lahan karena panas. Lalu aku kembali ke kamar kerja dan duduk di atas kursi. Di depanku ada meja dan di atasnya laptop. Lalu kubuka laptop itu dan kukerjakan proyek susulan dari Anton.
Baru setengah jalan proyek kukerjakan jam telah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Saatnya Sinetron Yasmin tayang. Dua bulan terakhir aku sedang gandrung dengan sinetron ini karena dua pemeran utamanya menampilkan adegan yang bagiku asyik ditonton yaitu Alvino yang diperankan oleh Ricard Kevin dan Yasmin sendiri yang diperankan oleh Nabila Syakieb. Dalam sinetron itu keduanya digambarkan sebagai sosok yang sangat lembut, bertutur kata halus dan baik hati. Aku menyukai karakter seperti ini, meski mereka berdua kadang terlalu baik sehingga tampak polos dan mudah dikadalin oleh saudaranya yang bernama Alex atau Mama Kandungnya yang jahat. Tetapi, cerita ini selalu diselesaikan manis dengan kemenangan sang pemeran utama, Alvino atau Yasmin. Sutradara rupanya tidak pernah menunggu emosi penonton terlalu lama sehingga alur cerita selalu disajikan cepat tiap adegannya.
Misalnya, adegan Alvino suka sama Yasmin. Flotnya tidak memakan beberapa episode. Cukup beberapa episode, mereka akhirnya jadian dan tak lama kemudian menikah. Begitu juga dengan kisah Alvino tertangkap fotografer menjadi pekerja biasa, padahal ia seorang Big Bos dari sebuah perusahaan garmen terbesar di Asia. Episode berikutnya, rahasia Alvino sudah terbongkar semua, sehingga Yasmin yang tadinya menyangka Alvino seorang karyawan seperti dirinya akhirnya tahu kalau sebenarnya ia Big Bos. Masih banyak lagi. Pokoknya, tiap episode selalu disajikan sesuatu yang baru yang membuatku selalu penasaran ingin menontonnya setiap hari. Penulis skenario dan sutradaranya memang cerdas. Aku suka dengan mereka.
Usai menonton sinetron aku kembali membuka laptop dan melanjutkan pekerjaan semula. Tetapi, pekerjaanku sedikit terganggu karena ada berita olah raga di Metro TV program “Metro Sport”. Aku yang suka banget sama olah raga akhirnya menontonnya kembali, meski laptop tak kumatikan karena hanya setengah jam. Dalam berita olah raga tersebut diberitakan kemenangan Venus William dari Amerika Serikat atas Vera Znarova dari Rusia di final Kejuaraan Qatar Terbuka yang mempertemukan sepuluh petenis terbaik dunia –sayang petenis nan cantik jelita yaitu Maria Sharapova tidak turut serta karena cidera.
Berita olah raga lainnya tentang pengakuan Icuk Sugiarto yang mengundurkan diri dari bursa pemilihan ketua PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia). Padahal, ia calon yang diharapkan tetap maju karena memiliki latar belakang pemain bulu tangkis yang mendunia. Ia pernah menjadi juara dunia dan beberapa kejuaraan lainnya. Tapi, inilah keputusannya yang harus dihargai.
Usai menonton berita olah raga aku tidak langsung melanjutkan pekerjaanku. Aku menggunting koran Kompas dulu yang kubeli tadi siang, edisi hari Senin, 10 November 2008, untuk keperluan kliping. Ada satu opini menarik karya TB Ronny Rahman Nitibaskara berjudul “Mutilasi dan Intensitas Kejahatan”. Akhirnya kugunting tulisan ini lalu kukliping. Dua berita lainnya lagi yang kugunting adalah info Book Fair di Jakarta Convention Center (JCC) pada 12-16 November 2008 yang disinyalir sebagai yang terlengkap dan terbesar di Indonesia dan iklan IBM Intel Xeon yang mampu menciptakan back up terbaik untuk data anda dengan produk andalannya seperti IBM System x3350 Express, IBM System x3650 Express dan IBM System Storage DS3400 Express. Keduanya bukan untuk keperluan kliping.
Usai mengliping aku melanjutkan kembali pekerjaanku yang tertunda itu. Aku mengetik naskah Anton yang ditulisnya di Suara Pembaruan, Jum’at, 9 Juni 2006 berjudul “Mengapa Popularitas SBY Anjlok?” yang kupersiapkan untuk diedit. Aku sedang mengedit tulisan-tulisannya yang pernah dimuat di media massa untuk diterbitkan dalam sebuah buku. Jika buku ini jadi, ini merupakan buku kedua Khairul setelah buku pertamanya berjudul “Jalan Terjal Anak Koteka Meretas Impian” yang mengulas profil Lukas Enembe, Bupati Puncak Jaya, Papua.
Pekerjaan itu belum selesai karena mata keburu ngantuk. Rupanya tidur dua jam dan kopi yang kuseruput sedari tadi tidak bisa membuatku segar malam itu. Dorongan keras dari mataku untuk segera tidur rupanya jauh lebih kuat dibanding keinginan pikiranku untuk begadang malam itu. Kumatikan laptop lalu pergi menuju kasur yang terhampar di atas keramik ruang tamu, di mana istri dan adik iparku sudah tertidur di sana.
Sebelum tidur kunyalakan televisi terlebih dahulu yang sudah mati sejak setengah jam yang lalu. Barangkali ada berita menarik! Ternyata RCTI menayangkan berita banjir di Kebayoran Baru. Pada musim hujan seperti ini, kawasan-kawasan di perkotaan memang rawan banjir. Pemda DKI masih bingung bagaimana mengatasi banjir yang melanda kotanya. Pasalnya, setiap tahun gejala alam yang satu ini selalu datang dan tak bisa diatasi. Hanya sepuluh menit aku menontonnya, yang sekali-kali kupindahkan ke saluran lain.
Lalu kumatikan televisi dan kupejamkan mata. Tapi, diskusi kecil antara diriku dengan istriku sebelum perempuan cantik itu tidur tentang Mister Takur tiba-tiba terbayang kembali di pikiranku. Sebuah diskusi yang lagi-lagi menguatkan tentang keburukan akhlak Mister Takur. Diskusi diawali dari laporan Bapak Jajang pada istriku tadi siang. Kata laki-laki itu, istriku dianggap kasar pada Misteri Takur, yang tidak lain adalah bapak kandungnya sendiri. Pada saat bersamaan mantan mertua Misteri Takur ada di sisi istriku. Ia membela istriku. “Jika ia kasar pada bapaknya, kenapa ia yang diusir dari rumah? Kenapa bukan ia yang mengusir bapaknya?” Kata istriku, Bapak Jajang mengangguk-anggukan kepalanya saat itu menandakan ia mulai percaya akan persoalan kami yang sebenarnya.
Kata-kata itulah yang menggelanyut dalam pikiranku. Memang, ketika sudah menyebut nama Mister Takur, gejolak nafsuku bangkit kembali. Karena itu, kalau bisa namanya tak perlu disebutkan lagi. Aku berusaha mengalah dan ikhlas apa yang diperlakukannya kepadaku. Tapi, untuk membiarkan batinku tidak tersiksa di saat mendengar namanya juga sulit untuk bisa kulakukan. Seketika itu juga jasa-jasaku padanya kubongkar semua, meski hanya terucap dalam batin.
Aku menyelamatkan istriku dengan menikahinya. Rumahnya kurenovasi, yang sebelumnya diperuntukkan untuk istriku oleh almarhumah istri Misteri Takur. Tapi, setelah rumah itu bagus ia mengusirku dan istriku, yang tidak lain anak kandungnya sendiri karena membela calon bini mudanya. Aku melunasi hutang-hutangnya ke bank yang berjumlah puluhan juta rupiah. Aku menghidupi anak satu-satunya yang masih menjadi kewajibannya. Tapi, kebaikanku itu tak pernah dianggapnya. Aku sakit hati. Karena itu, kalau mengingat namanya gejolak nafsuku kembali bergairah.
Akhirnya, malam itu aku pun tak bisa tidur. Kupaksa mengorbankan istirahatku. Aku kembali ke meja kerja dan kubuka laptop dan menulis diary ini. Semoga bisa dijadikan renungan buatku suatu kali! Amien. (Sebagaimana diceritakan Abduh kepadaku)/foto: advokatku.blogspot.com
Eep Khunaefi
Jumat, Desember 19, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar